Jakarta (ANTARA) - Bidang Koordinasi Relawan (BKR) Satgas COVID-19 mendorong keterlibatan tenaga relawan untuk memenuhi prosedur pemulasaraan jenazah pasien COVID-19 dalam waktu maksimal 24 jam.
"Kenapa relawan sangat diharapkan untuk turun tangan dalam proses ini?, karena data dan fakta mengatakan angka kematian yang tinggi menyebabkan terjadinya antrean jenazah untuk proses pemulasaraan," kata Ketua Bidang Koordinasi Relawan Satgas COVID-19 Andre Rahadian saat hadir secara virtual dalam Webinar Relawan Berperan Volume 2: Tatalaksana Pemulasaraan Jenazah COVID-19 yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
Andre mengatakan kenaikan angka tren kematian akibat COVID-19 di Tanah Air mengindikasikan bahwa kebutuhan akan tenaga pemulasaraan semakin besar.
Seluruh jenazah, kata Andre, perlu untuk diproses secara cepat dan tepat oleh tenaga pembantu pemulasaraan yang paham mengenai cara penanganan jenazah dengan protokol kesehatan COVID-19 dan juga sesuai dengan pedoman keagamaan.
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Wahyu Tantular Tunggul Kuncahyo mengatakan di beberapa lokasi, jenazah sempat terbengkalai dan tertahan karena minimnya tenaga pemulasaraan yang tersedia.
"Selama peningkatan kasus COVID-19, banyak fasilitas kesehatan yang kewalahan dan mengakibatkan pasien melakukan isolasi mandiri dengan kondisi protokol kesehatan yang kurang layak," katanya.
Hal ini kemudian menyebabkan polemik baru kasus kematian dalam keadaan isolasi mandiri di mana jenazah telah meninggal lebih dari empat jam, bahkan beberapa tercatat lebih dari 20 jam.
"Keadaan ini berbuntut pada meningkatnya permintaan untuk membantu proses pemulasaraan jenazah isoman," katanya.
Kepala Sub-Bidang Organisasi Relawan Kesehatan BKR Satgas COVID-19 dr Jossep Frederick William menambahkan idealnya pemakaman jenazah dilakukan sesegera mungkin, yaitu tidak lebih dari 24 jam setelah kematian.
Selanjutnya jenazah dishalatkan sesuai syariat keagamaan, dilakukan proses disinfeksi dan penguburan jenazah yang harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum dan berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat, kata Jossep.
Ia mengatakan jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter lalu ditutup dengan tanah setinggi 1 meter.
“Kenapa bungkus plastik itu sangat mutlak dalam proses penanganan jenazah COVID-19? Hal itu untuk menghindari paparan cairan milik jenazah yang masih mengandung virus untuk menginfeksi tenaga pemulasaraan dan lingkungan sekitar,” katanya.
Senada dengan paparan narasumber lainnya, Leli Saptawati menambahkan mengenai tata cara yang harus dilakukan bagi relawan pemulasaraan agar tidak terpapar virus dari jenazah COVID-19 yang ditangani.
Menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan RI, petugas pemulasaraan diharuskan memakai Alat Perlindungan Diri (APD), yaitu gaun tahan air dengan lengan panjang berkaret yang dilapisi apron, masker N95 atau masker medis tiga lapis, pelindung mata (kacamata/face shield), sarung tangan, dan sepatu boots.
Menilik dari konsep syariat Islam, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Abdul Muiz Ali menegaskan bahwa penanganan jenazah yang terpapar COVID-19 termasuk dalam kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu untuk dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan dengan teknis pelaksanaan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan petugas pemulasaraan.
Kegiatan webinar tersebut diharapkan mampu menggugah hati warga untuk turun tangan menjadi relawan pemulasaraan jenazah COVID-19 sebagai tenaga pembantu yang memiliki standar keahlian dan pemahaman yang tepat.
Para relawan COVID-19 yang mengikuti Kegiatan webinar akan dilatih dan didampingi untuk membantu proses pemulasaran jenazah pasien COVID-19 di wilayah tempat mereka tinggal.
Baca juga: Tim pemulasaraan dan pemakaman jenazah COVID-19 Kota Bogor siaga setiap hari
Baca juga: Tim pemulasaraan jenazah COVID-19 Kota Bogor terus tambah anggota
Baca juga: Polresta Bogor Kota bentuk tim pemulasaraan jenazah COVID-19