Jakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan vaksin COVID-19 yang digunakan di Indonesia tidak mengandung chip elektronik sehingga masyarakat tidak perlu khawatir untuk menjalani vaksinasi.
"Tidak ada chip elektronik masuk ke dalam vaksin yang disuntikkan itu," kata Amin saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Amin menuturkan vaksin COVID-19 tersebut berbentuk larutan jernih dan hanya mengandung bahan aktif seperti protein dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk menstabilkan dan mengawetkan vaksin tersebut.
Bahan aktif berfungsi untuk merangsang aktivitas sistem kekebalan tubuh sehingga lebih mampu melawan penyakit.
Untuk bisa disuntikkan ke dalam tubuh, maka bahan aktif tersebut harus diberikan dalam larutan yang disebut buffer atau larutan penyangga.
"Vaksin di dalamnya jumlahnya kecil sekali jadi untuk bisa disuntikkan dia harus berada dalam bentuk cairan," tutur Amin.
Larutan penyangga berfungsi untuk menstabilkan derajat keasaman dan juga melarutkan protein atau bahan aktif vaksin.
Kandungan lain yang terdapat di dalam vaksin adalah bahan stabilizer dan pengawet.
Bahan stabilizer berguna untuk menjaga bahan aktif atau protein tetap stabil dan tidak mudah rusak.
Sedangkan bahan pengawet bermanfaat untuk mencegah vaksin cepat busuk dan tidak terkontaminasi oleh jamur dan bakteri.
"Selain pengawet kadang-kadang diberikan antibiotik, antibiotik juga maksudnya supaya tidak tumbuh jamur dan bakteri," tutur Amin.
Sementara itu, distribusi vaksin di Indonesia juga tidak menggunakan chip tetapi barcode.
Amin menuturkan pada setiap kemasan obat atau vaksin, terdapat label yang berisi nomor seri, barcode dan QR code untuk menjamin setiap produk tersebut terdaftar di perusahaan yang memproduksinya dan terlacak keberadaannya.
Dengan memindai (scan) barcode pada vaksin atau obat termasuk pada vaksin COVID-19, maka proses distribusi akan mudah dilacak sehingga bisa memastikan lokasi pengantaran vaksin hingga tercatat sampai ke penerima vaksin.
"Memang penting setiap kemasan itu harus ada barcodenya, ada codenya ada nomornya sehingga bisa dilacak seseorang itu menerima vaksin dari batch yang mana," ujarnya.
Setiap orang yang diberi vaksin akan dicatat menggunakan vaksin dengan batch tertentu sehingga jika terjadi sesuatu seperti Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) maka bisa dilacak penyebabnya dan mengetahui batch vaksin yang digunakan.
Baca juga: Kasad beri dukungan untuk LBM Eijkman, ini alasannya
Baca juga: Eijkman sebut parasit malaria bersembunyi di organ limpa
Baca juga: Vaksin Merah Putih Eijkman diproduksi massal semester 2 tahun 2022