Bandung (ANTARA) - Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Barat (Jabar) berupaya mengurangi risiko penularan COVID-19 saat Lebaran 2021 dengan mengendalikan pergerakan warga antardaerah, baik lintas provinsi maupun kabupaten/kota melalui Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021.
Masyarakat yang hendak melakukan aktivitas perjalanan untuk keperluan mendesak dan kepentingan nonmudik, seperti perjalanan dinas/bekerja, wajib memiliki surat izin perjalanan tertulis atau Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM) sesuai Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 13 Tahun 2021.
Ketua Harian Satgas Penanganan COVID-19 Jabar Daud Achmad di Bandung, Sabtu, mengatakan Gubernur Jabar Ridwan Kamil sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 70/KS.01.01/SATPOL PP tentang Pengendalian Aktivitas Masyarakat dalam Penanganan COVID-19 selama Masa Ramadhan dan Idul Fitri 1442 Hijriah/2021.
Surat edaran tersebut ditujukan kepada kepada bupati/wali kota se-Jabar dan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 kabupaten/kota se-Jabar agar sama-sama mengendalikan aktivitas dan mengurangi mobilitas masyarakat di wilayahnya. Jika aktivitas masyarakat terkendali, ruang gerak SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19 bisa dibatasi.
"Pengendalian aktivitas masyarakat perlu dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Apalagi, tren kasus COVID-19 di Jabar sedang menurun. Ini harus dipertahankan bersama, baik oleh pemerintah maupun masyarakat," kata Daud.
Daud menjelaskan penanganan pelaku perjalanan lintas batas antarprovinsi tercantum dalam surat edaran tersebut. Selain pelaku perjalanan wajib memiliki surat izin perjalanan/SIKM, operasi gabungan antarprovinsi di wilayah perbatasan akan dilakukan dengan melibatkan Satpol PP, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, dan TNI/Polri.
Operasi gabungan, kata Daud, digelar di titik-titik yang sudah disepakati. Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten/Kota harus membangun kondusifitas antardaerah dan menerapkan aturan perjalanan lintas batas provinsi sesuai dengan Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 Nasional.
"Potensi pemudik dan masyarakat yang melakukan perjalanan lintas batas provinsi maupun kabupaten/kota masih ada meski larangan mudik sudah digaungkan," ujarnya.
Selain itu, menurut Daud, pemerintah desa dan kelurahan diminta mengaktifkan Posko Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro untuk melakukan sosialisasi dan edukasi protokol kesehatan.
Pemerintah desa dan kelurahan pun didorong melakukan karantina bagi masyarakat pendatang atau pemudik selama lima hari.
"Para pemudik dan pendatang ini ibarat pasien tanpa gejala. Untuk itu, karantina diharuskan selama lima hari supaya tidak terjadi kontak dengan warga setempat untuk mencegah penularan COVID-19," katanya.
"Koordinasi antarpemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota perlu diperkuat. Kebijakan juga harus selaras. Semua pihak harus mengambil pelajaran dari lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi akibat peningkatan mobilitas," katanya.
Baca juga: Desa dan kelurahan di Jabar diminta lakukan karantina bagi pemudik
Baca juga: Ini kerugian masyarakat jika paksa mudik pakai jasa travel ilegal
Baca juga: Wali Kota Bandung: Larangan mudik untuk kepentingan bersama