New York (ANTARA) - Harga minyak menetap lebih tinggi pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), ditopang data impor China yang kuat, tetapi reli dibatasi oleh kekhawatiran bahwa jeda pada vaksin Johnson & Johnson dapat menunda pemulihan ekonomi dan membatasi pertumbuhan permintaan minyak.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni bertambah 39 sen atau 0,6 persen, menjadi ditutup di 63,67 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei terangkat 48 sen atau 0,8 persen, menjadi menetap di 60,18 dolar AS per barel.
Kedua kontrak tersebut mencatatkan perubahan kurang dari satu persen selama lima sesi berturut-turut.
"Kami telah melakukan perdagangan dalam kisaran sempit, dan membutuhkan data permintaan yang jelas serta arahan tentang persediaan AS untuk keluar dari palung ini," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.
Ekspor China tumbuh dengan kecepatan tinggi pada Maret dalam dorongan lain untuk pemulihan ekonomi negara tersebut, saat permintaan global meningkat di tengah kemajuan vaksinasi COVID-19. Pertumbuhan impor melonjak ke level tertinggi dalam empat tahun.
Impor minyak mentah ke China melonjak 21 persen pada Maret dari titik terendah tahun sebelumnya karena kilang-kilang meningkatkan operasi mereka.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam laporan bulanannya menaikkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak tahun ini sebesar 70.000 barel per hari dari perkiraan sebelumnya menjadi 5,95 juta barel per hari, atau 6,6 persen.
Juga mendukung harga menjelang data mingguan, stok minyak mentah AS diperkirakan turun minggu lalu untuk minggu ketiga berturut-turut, sementara persediaan minyak sulingan dan bensin kemungkinan meningkat, menurut analis dalam jajak pendapat Reuters.
Namun, produksi minyak AS dari tujuh formasi serpih utama diperkirakan naik untuk bulan ketiga berturut-turut, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pada Senin (12/4/2021).
Lambatnya tingkat vaksinasi di Eropa dan antisipasi tambahan pasokan minyak dari Iran dalam beberapa bulan mendatang telah membatasi kenaikan harga.
Johnson & Johnson mengatakan akan menunda peluncuran vaksin COVID-19 di Eropa dan sedang meninjau kasus pembekuan darah yang sangat langka pada orang-orang setelah badan kesehatan federal AS merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan vaksin karena enam wanita di bawah 50 mengalami pembekuan darah langka setelah menerima suntikan.
Gerakan Houthi yang berpihak pada Iran di Yaman mengatakan pada Senin (12/4/2021) bahwa mereka telah menembakkan 17 drone dan dua rudal balistik ke sasaran di Arab Saudi, termasuk fasilitas Saudi Aramco di Jubail dan Jeddah.
Sementara itu, Teheran mengatakan ledakan pada Minggu (11/4/2021) di situs nuklir utamanya adalah tindakan sabotase oleh musuh bebuyutan Israel dan bersumpah akan membalas dendam.
"Kenaikan ketegangan geopolitik hanya akan memiliki dampak bullish yang signifikan pada harga minyak jika dibarengi dengan gangguan pasokan fisik yang sebenarnya," kata analis PVM dalam sebuah catatan.
Baca juga: Harga minyak naik terangkat peluncuran vaksin AS, ketegangan di Timur Tengah
Baca juga: Harga minyak jatuh tertekan kenaikan pasokan, catat rugi mingguan 3,5 persen
Baca juga: Harga minyak beragam di tengah kekhawatiran permintaan, Brent 63,20 dolar