New York (ANTARA) - Harga minyak naik pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), di tengah optimisme atas laju vaksinasi virus corona di Amerika Serikat dan setelah gerakan Houthi yang berbasis di Yaman mengatakan pihaknya menembakkan rudal ke situs-situs minyak Saudi.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni naik 33 sen menjadi ditutup pada 63,28 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei bertambah 38 sen menjadi menetap di 59,70 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Namun, harga minyak mentah masih bergerak di kisaran sempit dalam tiga minggu terakhir, karena meningkatnya ekspektasi akan melonjaknya aktivitas ekonomi AS diimbangi oleh lambatnya tingkat vaksinasi di Eropa dan antisipasi pasokan tambahan dari Iran dalam beberapa bulan mendatang.
Amerika Serikat telah memvaksinasi penuh 22 persen dari populasinya, sedangkan Inggris telah memvaksinasi 11 persen, menurut pelacak vaksin Reuters. Namun, negara-negara lainnya tidak bernasib baik, dengan warga Prancis dan Jerman baru sekitar 6,0 persen divaksinasi.
“Harga minyak naik hari ini sebagai hasil dari kemajuan dalam kampanye vaksinasi di AS, yang membantu rencana pengeluaran negara,” kata Louise Dickson, analis pasar minyak Rystad Energy.
"Momentum kenaikan (vaksinasi) di negara lain cukup menjanjikan, tetapi perbedaan besar tetap terjadi secara global," tambah Dickson.
Harga juga mendapat dukungan setelah gerakan Houthi yang berpihak pada Iran di Yaman mengatakan telah menembakkan 17 drone dan dua rudal balistik ke sasaran Saudi, termasuk ke kilang Saudi Aramco di Jubail dan Jeddah.
Tidak ada konfirmasi langsung dari Saudi. Saudi Aramco, perusahaan minyak milik negara, tidak berkomentar saat dihubungi oleh Reuters.
“Meskipun masih banyak alasan untuk menjadi bullish, pelaku pasar menjadi lebih berhati-hati karena infeksi telah melonjak di Eropa, India dan beberapa pasar negara berkembang, sementara peluncuran vaksin terbukti lebih lambat dari yang diperkirakan,” kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
India sekarang menyumbang satu dari setiap enam infeksi virus corona harian di seluruh dunia, dan kasus juga meningkat di bagian lain Asia.
"Dilihat dari kinerja harga, pasar minyak saat ini dalam keadaan seimbang, dengan faktor positif dan negatif saling mengimbangi," kata Eugen Weinberg, analis energi di Commerzbank Research, dalam sebuah catatan, Senin (12/4/2021).
"Di satu sisi, harga mendapat dukungan dari faktor eksternal seperti dolar AS yang lebih lemah dan toleransi risiko yang lebih tinggi di antara investor, ditambah disiplin produksi OPEC yang terus berlanjut," katanya, menambahkan pembatasan yang sedang berlangsung untuk mobilitas dan rencana peningkatan signifikan dalam produksi OPEC+ membebani harga.
Permintaan minyak Asia tetap lemah dan beberapa pembeli telah meminta volume yang lebih rendah pada Mei, sebagian karena pemeliharaan kilang dan harga yang lebih tinggi.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada Minggu (11/4/2021), Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan ekonomi AS berada pada "titik perubahan" di tengah ekspektasi bahwa pertumbuhan dan perekrutan akan dipercepat dalam beberapa bulan ke depan, tetapi menghadapi risiko pembukaan kembali terlalu cepat dan memicu kebangkitan kembali kasus covid-19.
Di sisi pasokan, produksi minyak AS dari tujuh formasi minyak serpih utama diperkirakan naik untuk bulan ketiga berturut-turut, bertambah sekitar 13.000 barel per hari (bph) pada Mei menjadi 7,61 juta barel per hari, Badan Informasi Energi AS mengatakan pada Senin (12/4/2021).
Baca juga: Harga minyak jatuh tertekan kenaikan pasokan, catat rugi mingguan 3,5 persen
Baca juga: Harga minyak beragam di tengah kekhawatiran permintaan, Brent 63,20 dolar
Baca juga: Minyak naik dipicu prospek pemulihan ekonomi global