Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menyatakan bahwa negara melindungi hak hukum saksi maupun korban.
Hal tersebut disampaikan-nya menyusul dilaporkannya mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal ke polisi atas dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik seseorang melalui media elektronik, Sabtu (13/2).
"Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan itikad baik," ujar Hasto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Pelaporan terhadap Dino diawali karena yang bersangkutan mengungkap sindikat mafia tanah yang salah satu korbannya bernama Zurni Hasyim Djalal, ibunda Dino sendiri.
Menurut Hasto, perlindungan Dino sebagai pelapor dan korban diatur pada Pasal 10 (1) dan (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Perlindungan hukum ini, kata Hasto, bertujuan agar masyarakat yang menjadi saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tindak pidana, tidak takut mengungkap tindak pidana yang dialami dan diketahuinya serta siap membantu penegak hukum mengusut tindak pidana dimaksud.
Hasto menilai, pada kasus Dino, yang bersangkutan berupaya membantu penegak hukum untuk mengungkap sindikat mafia tanah.
Menurut dia, upaya Dino selayaknya diapresiasi karena sebagai warga negara Dino aktif membantu penegak hukum membongkar praktik mafia tanah.
"Jika pun terdapat tuntutan hukum terhadap yang bersangkutan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap," ujarnya.
Oleh karena itu, Hasto mempersilakan Dino Patti Djalal untuk mengajukan perlindungan ke LPSK karena sebagai pelapor sekaligus korban tindak pidana, hak-haknya dilindungi oleh negara.
Diketahui, terungkap-nya kasus penggelapan sertifikat tanah milik ibu Dino Patti Djalal berawal ketika pada Januari 2021, kuasa hukum Fredy Kusnadi datang ke rumah Yurmisnawita untuk memproses balik nama Sertifikat Hak Milik No. 8516 di Cilandak Barat milik Yurmisnawita menjadi miliki Fredy Kusnadi.
Padahal, Yurmisnawita tidak pernah menjual rumah tersebut, tetapi pada 2019, rumah tersebut sempat akan dijual kepada orang yang mengaku bernama Lina. Saat itu, Lina menghubungi Yurmisnawita dengan membawa calon pembeli bernama Fredy Kusnadi.
Yurmisnawita menolak karena pemilik asli rumah, Zurni Hasyim Djalal tidak mau menjualnya. Zurni Hasyim Djalal adalah pemilik tanah dan bangunan berupa rumah di Cilandak Barat berdasarkan SHM no. 8516 atas nama Yurmisnawita.
Dino lalu menyampaikan ke publik bahwa ibunya menjadi korban penggelapan sertifikat tanah
"Agar publik waspada, satu lagi rumah keluarga saya dijarah komplotan pencuri sertifikat rumah. Tahu-tahu sertifikat rumah milik ibu saya telah beralih nama di BPN, padahal tidak ada AJB (akte jual beli), tidak ada transaksi bahkan tidak ada pertemuan apapun dengan ibu saya," kata Dino melalui akun media sosial Twitter, Selasa (9/2).
Belakangan, Dino dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Fredy dengan dugaan pencemaran nama baik.
Baca juga: MA sanksi tiga hakim PN Cibinong, ini penilaian LPSK
Baca juga: Kasad dukung perlindungan saksi dan korban kasus perusakan Polsek Ciracas
Baca juga: LPSK Perkenalkan "Layak" Awasi Pelanggaran Internal