Jakarta (ANTARA) - Sahabat Milenial Indonesia (SAMINDO)-SETARA Institute menilai penggunaan dalil-dalil agama untuk mempromosikan pernikahan anak di bawah umur adalah bentuk penyesatan.
"Satu kesimpulan lain adalah bahwa penggunaan dalil-dalil agama untuk promosi kawin anak adalah bentuk penyesatan pandangan keagamaan," kata Advokat dan penggiat SAMINDO-SETARA Institute, Disna Riantina saat dihubungi Antara, Sabtu.
Hal itu disampaikan Disna terkait laporannya ke Polda Metro Jaya terhadap penyelenggara jasa pernikahan Aisha Wedding yang mempromosikan pernikahan anak sejak usia 12 tahun hingga 21 tahun.
"Karenanya didorong peran tokoh-tokoh agama seperti Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) bisa mengefektifkan pandangan-pandangannya di tengah masyarakat," tuturnya.
Dia juga mengatakan kasus Aisha Wedding sangat memprihatinkan terutama bagi aktivis yang selama ini berjuang menghilangkan praktik kawin anak di tengah masyarakat.
"Pada intinya, kasus ini menyita perhatian dan keprihatinan publik. Apalagi bagi organisasi-organisasi yang selama ini bekerja intens di lapangan mencegah praktik kawin anak," kata Disna.
"Bahkan dari mereka banyak berharap Polri bisa menjerat pelaku dengan pasal-pasal dalam UU Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Pornografi dan lain-lain. Kami pun mendiskusikan hal yang sama dengan penyidik. Tetapi kami menghormati keputusan penyidik yang sementara ini menggunakan Pasal 27 (1) UU ITE," tambahnya.
Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol) Yuda Irlang Kusumaningsih menilai iklan pernikahan anak oleh penyelenggara jasa pernikahan Aisha Wedding sebagai bentuk 'trafficking' atau perdagangan manusia.
"Ada yang melihat peluang bahwa kita bisa memanfaatkan perkawinan anak, kawin siri, dan sebagainya, jadi sebagai peluang ekonomi dan jelas-jelas bahwa ini adalah trafficking dan dipaket sedemikian rupa," kata Yuda Irlang dalam webinar yang digelar oleh Sahabat Milenial Indonesia (SAMINDO) dan SETARA Institute, Sabtu.
Dalam webinar bertajuk "Memahami Logika Hukum dan Membongkar Ideologi Misoginis di Balik Aisha Wedding" tersebut, Yuda juga menilai masalah ekonomi akibat pandemi COVID-19 sebagai salah satu pemicu.
"Wedding organizer ini muncul akhir tahun kemarin saat semua orang susah cari uang, perkawinan itu pestanya juga di-cancel dan sebagainya, jadi mungkin ada yang melihat peluang," tambahnya.
Yuda juga menilai kemunculan wedding organizer yang mempromosikan pernikahan anak terkait dengan maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
"Maraknya kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak itu juga menyiratkan adanya prilaku ingin menyalurkan hasrat seksual tapi secara tidak bertanggung jawab, mungkin untuk kawin tidak ada biaya dan lain-lain. Nah ini mungkin juga dilihat si WO untuk memberikan peluang kepada orang-orang ini untuk menyalurkan hasrat kepada daun muda," tambahnya.
Akhir kata Yuda pun berharap pihak penegak hukum bisa menindak penyelenggara jasa pernikahan serupa, agar tidak terulang lagi di masa depan demi masa depan yang lebih baik bagi perempuan dan anak di Indonesia.
"Harus kita kikis betul jangan sampai ada WO lain yang menjual anak di bawah usia," pungkasnya.
Baca juga: SAMINDO tegaskan laporan terhadap Aisha Wedding bukan pengalihan isu
SAMINDO: Pakai dalil agama untuk promosi kawin anak di bawah umur adalah penyesatan
Sabtu, 13 Februari 2021 21:55 WIB