Pengawas nuklir PBB mengatakan minggu ini bahwa Iran telah menindaklanjuti rencananya untuk membuat logam uranium, yang menurut Teheran akan digunakan untuk membuat bahan bakar untuk reaktor penelitian tetapi juga dapat digunakan dalam senjata nuklir.
Langkah tersebut dianggap pelanggaran terbaru Iran atas kesepakatan nuklir 2015 dengan negara-negara besar dunia. Teheran memulai pelanggaran bertahap terhadap pakta tersebut, yang juga dikenal dengan akronim JCPoA, setelah Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan tersebut pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran.
"Kami sangat mendesak Iran untuk menghentikan kegiatan ini tanpa penundaan dan tidak mengambil langkah baru yang tidak patuh pada program nuklirnya. Dalam meningkatkan ketidakpatuhannya, Iran merusak kesempatan untuk diplomasi baru untuk sepenuhnya mewujudkan tujuan JCPOA “ kata tiga negara Eropa itu, yang juga disebut sebagai E3.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menolak pernyataan E3, mengatakan posisi Iran dalam melanggar pakta itu sejalan dengan paragraf 36 dari kesepakatan yang mengatur tindakan yang dapat diambil satu pihak jika pihak ini yakin bahwa pihak lain tidak memenuhi kewajiban.
"Apakah mitra E3 kami pernah membaca paragraf 36 dari JCPOA & banyak surat Iran atas dasar itu ?," kata Zarif di Twitter.
"Dengan logika apa tanggung jawab IRAN untuk menghentikan langkah-langkah perbaikan yang dilakukan setahun penuh setelah AS menarik diri dari dan terus melanggar JCPOA? Apa yang telah E3 lakukan untuk memenuhi tugas mereka?," katanya.
Baca juga: Iran mulai vaksinasi COVID-19 untuk tenaga kesehatan ICU
Baca juga: Ayatullah Khamenei tegaskan Iran berhenti kembangkan nuklir jika AS cabut sanksi
Sumber: Reuters