Cirebon (ANTARA) - Penyebaran virus SARS-COV-2 yang menyebabkan COVID-19 di Indonesia belum juga mereda. Virus yang menyerang bagian pernapasan khususnya paru-paru itu bisa mengakibatkan kematian, apalagi mereka yang terinfeksi mempunyai penyakit bawaan.
Sejak pertama kali virus itu muncul di bumi Nusantara, sudah mengakibatkan sedikitnya 29.331 orang harus meregang nyawa.
Sudah hampir satu tahun lamanya ilmuan di bidang kesehatan terus berupaya mencari penangkal dan obat virus SARS-COV-2.
Obat yang ditunggu belum juga ditemukan, sedangkan vaksinasi di Tanah Air baru saja diberikan pada pertengahan bulan Januari 2021. Di mana sang Kepala Negara Joko Widodo menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Sinovac asal China.
Virus SARS-COV-2 yang menyebabkan COVID-19 bisa berakibat fatal bagi orang yang memiliki komorbid. Sedangkan bagi mereka yang memiliki daya tahan tubuh baik maka tidak terlalu berpengaruh.
Kementerian Kesehatan juga mengklasifikasi orang yang terkonfirmasi positif COVID-19 yaitu orang dengan gejala (simptomatik) dan tanpa gejala (asimptomatik).
Untuk orang yang bergejala juga terdapat tingkatannya ringan, sedang sampai berat dan kritis biasanya menyerang kepada orang yang imun tubuhnya kurang baik.
Ketika menyerang orang yang tidak memiliki daya tubuh mumpuni, maka virus SARS-COV-2 sangatlah membahayakan terlebih biaya perawatannya pun tidaklah murah.
Seperti dikatakan dokter konsultan hematologi dan onkologi medis di Cirebon, Mohamad Luthfi, biaya perawatan bagi pasien COVID-19 terutama yang berat itu sangat mahal.
Apalagi ketika pengobatannya menggunakan IVIG "intravenous immunoglobulin G" sekali pemberian maka dibutuhkan biaya Rp100 juta sampai Rp200 juta.
Pilihan kedua untuk pengobatannya bisa menggunakan "anti-interleukin 6" di mana sekali pemberian harganya Rp12 juta. "Untuk pengobatan COVID-19 membutuhkan dua kali," kata Luthfi di Cirebon.
Dan pilihan yang ketiga yaitu dengan terapi plasma konvalesen, di mana biaya pengobatan jenis ini paling murah dibanding lainnya yaitu berkisar Rp4 juta.
Terapi plasma konvalesen pertama kali digunakan untuk pengobatan pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta pada bulan Mei 2020.
Sedangkan di Kabupaten Cirebon, pertama kali terapi tersebut digunakan pada dua pasien terkonfirmasi yang di rawat di RSUD Waled dengan kondisi berat pada bulan September 2020 lalu dan setelah menjalani terapi plasma konvalesen, kondisi keduanya berangsur membaik dan sembuh.
Sampai bulan Januari 2021 RSUD Waled Cirebon telah melakukan terapi plasma kepada sedikitnya 31 pasien terkonfirmasi COVID-19 dengan gejala sedang, berat, hingga kritis.
"Alhamdulillah sebagian besar pasien yang mendapatkan terapi plasma konvalesen sembuh, tentunya dengan lama hari rawat yang berbeda bergantung pada derajat penyakitnya," kata dokter penanganan COVID-19 di RSUD Waled Ahmad Fariz Malvi Zam-Zam Zein.
Berbagi plasma
Plasma konvalesen sendiri didapatkan hanya dari penyintas COVID-19 yang harus memenuhi beberapa syarat di antaranya penyitas sudah negatif dua minggu sampai dengan tiga bulan, laki-laki dan jika perempuan belum pernah melahirkan.
Donor plasma konvalesen memang membutuhkan kepedulian sesama yang tinggi, karena di PMI Kabupaten Cirebon saja sejak awal menerima donor pada bulan Oktober sampai 18 Januari 2021 baru terdapat 89 orang penyitas.
Padahal kebutuhan plasma konvalesen sangatlah tinggi, mengingat saat ini obat untuk penyembuhan COVID-19 belum ditemukan dan jika pun ada harganya sangat tinggi.
Untuk itu, Bupati Cirebon Imron yang pernah terkonfirmasi positif COVID-19 mengajak semua penyintas harus memiliki kepedulian kepada sesama dengan cara mendonorkan plasma konvalesen.
Saat mendonorkan plasma konvalesen di PMI Kabupaten Cirebon, Senin (18/1), Imron mengajak warga yang pernah terinfeksi COVID-19 untuk bersama mendonorkan plasma konvalesan.
Imron mendonorkan plasma konvalesen sebanyak 625 cc yang diambil selama satu jam 15 menit. Pada saat donor dia tidak merasakan sakit, karena tidak ada bedanya dengan donor darah biasa.
Para penyintas bisa dan mau mendonorkan plasma konvalesen, agar pasien COVID-19 yang kritis dan membutuhkan dapat tertolong.
Sebelumnya, Bupati Imron yang terpapar virus SARS-COV-2 selama 15 hari merasa terinfeksi tidak mengenakan, karena harus berpisah dengan keluarga dan menjalani isolasi hanya seorang diri.
Meskipun dia mengaku tidak mengalami gejala yang berat, namun semua aktivitasnya harus dibatasi apalagi dia merupakan pejabat dengan jadwal yang begitu padat untuk melayani masyarakat.
Terapi plasma konvalesen saat ini menjadi salah satu pengobatan COVID-19 yang cukup ampuh dan berbiaya paling rendah dibandingkan dengan pengobatan lainnya.
Saat ini memang belum ada peraturan terkait keharusan penyintas mendonorkan plasma konvalesennya, karena donor ini datang dari kesadaran.
Namun semua penyintas COVID-19 diimbau agar bisa membantu sesama dengan mendonorkan plasma konvalesen. Karena orang yang bisa mendonorkan plasma ini harus mereka yang sudah terpapar COVID-19.
Walaupun ini sekadar imbauan, namun seharusnya bagi para penyintas menjadi sebuah kewajiban moral kepada dirinya sendiri untuk dapat berbagi imun dengan orang yang membutuhkan apalagi sampai saat ini obat COVID-19 belum ditemukan.
Dari data PMI Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa pendonor plasma konvalesen belum begitu banyak, sebab sejak awal dibuka sedikitnya baru 89 penyintas yang mendonor.
Selain karena faktor ketidaktahuan dari penyintas COVID-19, minimnya donor plasma konvalesen juga disebabkan dari persyaratan yang cukup ketat.
Di mana dari empat orang yang pernah datang ke PMI Kabupaten Cirebon hanya satu memenuhi kriteria pendonor plasma dan tiga lainnya tidak bisa karena terbentur persyaratan.
Penyintas COVID-19 di Kabupaten Cirebon pada Kamis (28/1) terdapat 4.148 orang sedangkan untuk pendonor plasma konvalesen masih di bawah 100 orang, ini tentu perlu sosialisasi yang matang.
Bahkan bila memang terapi plasma konvalesen sangat murah dan ampuh setidaknya pihak Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Cirebon dapat mensyaratkan semua penyintas mendonorkan plasma.
Mengingat semua biaya bagi pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 itu ditanggung oleh negara, sehingga mengajak penyintas berbagi plasma untuk sesama kiranya perlu ditingkatkan kembali.
Ini semua juga merupakan bentuk rasa terima kasih para penyintas dengan meringankan beban tenaga kesehatan yang ada di garda terdepan.
Sebab ketika banyak yang sembuh tentunya tenaga kesehatan pun bisa sedikit beristirahat, mengingat mereka sudah bekerja keras selama masa pandemi COVID-19 yang panjang ini.
Baca juga: Bantuan alat donor plasma konvalesen di RSUD Ciawi belum optimal
Baca juga: Wali Kota Depok donorkan plasma konvalesen bantu pasien corona
Baca juga: Wali Kota Bandung ajak penyintas COVID-19 donorkan plasma darah
Spektrum - Berbagi plasma bentuk kepedulian sesama
Jumat, 29 Januari 2021 14:35 WIB