Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia Prof Dr Hamdi Muluk mengatakan pentingnya mengembangkan deteksi dini masyarakat untuk mencegah radikalisme dan terorisme dengan melibatkan semua pihak.
Menurutnya hal ini bisa dimulai dari lingkungan terkecil seperti Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW). Karena menurutnya kelompok masyarakat dalam RT/RW di kampung-kampung masih sangat guyub, yang di dalamnya juga masih ada sistem keamanan lingkungan (siskamling).
”Dengan siskamling itu kan masyarakat keliling di kampung wilayahnya. Lalu misalnya warga melihat ada rumah yang terlihat tertutup, tetapi malam-malam datang 10-20 orang, lalu diam di dalam. Nah dengan adanya Siskamling maka itu bisa melapor ke RT dan RW-nya kalau ada yang mencurigakan seperti itu,” katanya di Jakarta, demikian dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat.
Selanjutnya, menurut mantan anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) periode 2019-2023 itu RT/RW setempat bisa melapor ke Lurah, lalu Lurah harus ada misalnya melapor ke Polsek terdekat atau hotline nomor telepon tertentu yang mudah diingat seperti layanan darurat 112 atau 119.
”Harusnya kita ada nomor hotline seperti itu. Jadi kalau ada laporan tentang aktivitas masyarakat yang mencurigakan karena terpantau oleh siskamling, oleh keamanan lingkungan dan sebagainya nah itu bisa kita berdayakan,” kata Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) itu.
Ia menilai Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (Perpres RAN PE) dapat menjadi landasan dalam pencegahan terorisme.
Terlebih ia menyebut bahwa saat ini ada program dari Kapolri yang baru bahwa Polsek sekarang harus banyak memantau di tingkat masyarakat dan menjalin kerja sama dengan masyarakat dalam siskamling atau Pam Swakarsa, apapun namanya yang intinya adalah "community policing". Menurutnya hal itu juga termasuk dalam rangka menangkal radikalisme ini dengan melapor dan sebagainya.
Menurutnya, pengajian kelompok radikal ini biasanya digelar secara diam-diam, dengan kelompok yang terbatas atau eksklusif.
”Nah selain pengajian kumpul-kumpul di rumah, sekarang ini mereka kumpulnya secara online. Sistem radikalisasinya melalui online. Nah RAN PE ini sebenarnya membuka peluang kerja sama untuk menangkal itu. Maka selain BNPT juga harus melibatkan kominfo juga,” terangnya.
Menurutnya, BNPT melalui Pusat Media Damai (PMD) bersama para stakeholder dapat melakukan pemantauan konten-konten radikal di kanal-kanal sosial media dan internet.
Ia menambahkan, selain itu memburu konten juga harus membanjiri dengan konten-konten yang sebaliknya yaitu konten anti radikal untuk meng-counter-nya seperti toleransi, harmoni kebangsaan, lalu mengajak dengan pelajaran-pelajaran Islam yang moderat, yang rahmatan lil alamin.
”Karena memang saat ini banyak juga anak muda yang galau-galau dan bingung lalu mencari guru agamanya melalui internet. Yang ada malah dapat konten yang radikal, akhirnya mereka masuk dan gabung ke grup media sosial kelompok radikal tersebut, ini yang bahaya,” tuturnya.
Baca juga: Alumni Perguruan Tinggi Jawa Barat minta ASN dibersihkan dari radikalisme
Baca juga: Wapres minta umat Islam di Indonesia jangan ikut arus berpikir sempit
Guru Besar UI: Pentingnya deteksi dini masyarakat tangkal radikalisme dan terorisme
Jumat, 29 Januari 2021 10:14 WIB