Bandung (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil mengatakan pemerintah provinsi menyiapkan cetak biru Jabar sebagai provinsi berbudaya tangguh bencana (resilience culture province) dan budaya tangguh bencana Jabar ini akan ditanamkan kepada seluruh warga melalui pendidikan sekolah sejak dini hingga pelatihan.
"Jadi ini adalah sebuah budaya seperti di Jepang. Bagaimana kami harus siap menghadapi kebencanaan lingkungan melalui pendekatan multidimensi, termasuk pendidikan lingkungan di sekolah-sekolah," kata Kang Emil, panggilan akrab Ridwan Kamil di Bandung, Jumat.
Rencana penyiapan cetak biru Jabar sebagai provinsi berbudaya tangguh bencana (resilience culture province) dipaparkan Kang Emil saat dirinya menjadi pembicara pada acara penanganan dan pembangunan infrastruktur lingkungan di Jabar dalam Indonesia-Japan Environmental Week via konferensi video dari Gedung Pakuan, Kota Bandung.
Dia mengatakan dengan jumlah penduduk nyaris 50 juta, Jabar dituntut untuk terus berinovasi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) mulai dari air, tanah, sampai bahan bakar.
"Semua permasalahan lingkungan ini dimulai dari adanya tekanan atau 'over populations' yang menyebabkan semua berebut sumber daya lingkungan," kata Kang Emil.
"Sehari-hari saya tentu membuat kebijakan-kebijakan bagaimana penggunaan sumber daya tidak merusak lingkungan," imbuhnya.
Selain itu, kata Kang Emil, perubahan iklim yang menjadi isu global berdampak pada kondisi lingkungan di Jabar. Perubahan iklim ini dapat meningkatkan potensi terjadinya bencana.
"Kami punya permasalahan bencana alam di Jabar bagian selatan, potensi tsunami semakin banyak, cuaca ekstrim juga sering melanda," ujarnya.
Singai Citarum
Dalam Indonesia-Japan Environmental Week, ia juga mengatakan bahwa pencemaran Sungai Citarum menjadi salah satu permasalahan lingkungan di Jabar. Dengan adanya program Citarum Harum, penanganan Sungai Citarum diharapkan berjalan optimal.
Sebagai Komandan Satuan Tugas (Satgas) Citarum Harum, gubernur melaporkan bahwa saat ini Sungai Citarum terus mengalami perbaikan, dari tercemar sangat berat menjadi tercemar ringan.
"Pemerintah pusat menargetkan tujuh tahun sungai itu harus bersih dan di tahun ketiga ini semenjak pencanganan Citarum Harum dan turunnya Perpres pada tahun 2018, saya laporkan awalnya status Sungai Citarum tercemar sangat berat sekarang statusnya membaik menjadi tercemar ringan," ujarnya.
Menurut Kang Emil, dalam menangani Sungai Citarum, pihaknya menerapkan konsep Pentahelix, yaitu kolaborasi ABCGM (akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, media).
"Keberhasilan penanganan Citarum ini sekarang kami terapkan juga ke sungai-sungai tercemar lainnya. Salah satunya Sungai Cilamaya yang memiliki permasalahan sama dengan Citarum, banyak permukiman dan industri di sepanjang Daerah Alirah Sungai (DAS) sehingga kotor dan tercemar," katanya.
Ia berkomitmen di era kepemimpinannya, sungai-sungai di seluruh Jabar bisa kembali bersih.
"Mudah-mudahan Pemerintah Jepang juga bisa turut membantu," ujarnya.
Sementara terkait pembangunan infrastruktur lingkungan, Pemda Provinsi Jabar sudah menyiapkan program waste to energy, di antaranya pembangunan Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo di Kabupaten Bogor dan TPPAS Regional Legok Nangka di Kabupaten Bandung.
Untuk TPPAS Lulut Nambo, sampah kota diolah menjadi bahan bakar batu bara yang hasilnya bisa dimanfaatkan oleh pabrik semen. Hal serupa juga akan dilakukan oleh TPPAS Regional Legok Nangka yang dalam pelelangan investasinya dibantu oleh Japan International Cooperation Agency (JICA).
"Kami sudah bertekad di seluruh wilayah Jabar memiliki fasilitas serupa dan kami juga sudah menyiapkan lima lokasi untuk mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar atau plastic to fuel untuk industri berupa solar," kata Kang Emil.
Baca juga: BPBD Cianjur siagakan ribuan sukarelawan tangguh bencana
Baca juga: BPBD Kabupaten Bekasi tetapkan empat desa tangguh bencana
Baca juga: Pemkab Bekasi bentuk desa tangguh bencana untuk kurangi risiko bencana