Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut tiga alasan yang membuat Indonesia tidak mungkin membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
"Ada tiga alasan besar untuk ini. Pertama, selama dalam pembukaan konstitusi Indonesia masih tertera kalimat "penjajahan di atas dunia harus dihapuskan", maka sebelum Palestina merdeka tidak mungkin bagi Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang menjajah bangsa Palestina, " ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Kedua, lanjut dia, masyarakat Indonesia masih bersimpati dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap bangsa Palestina yang ditindas oleh Israel, baik karena alasan solidaritas agama maupun perikemanusiaan.
Ketiga, ia mengatakan, Presiden Jokowi beberapa waktu lalu melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang intinya berisi penegasan bahwa Indonesia tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum Palestina merdeka.
"Presiden Abbas sangat mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi karena Indonesia tidak mengikuti sejumlah negara di Arab yang telah membuka hubungan diplomatik," ujar Hikmahanto, yang juga adalah Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani.
Hikmahanto mengatakan tawaran Presiden Trump yang menjanjikan investasi Rp28 triliun ke Indonesia --jika Indonesia bersedia membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sangat menggiurkan bagi negara berpenduduk Islam terbesar di luar Timur Tengah itu.
"Tentu tawaran seperti itu sangat menggiurkan bagi Indonesia di tengah melemahnya perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid 19," kata dia.
Namun, lanjut Hikmahanto, Indonesia tidak mungkin menerima tawaran tersebut bila imbalannya adalah membuka hubungan diplomatik.
Perlu juga dicermati adanya kejanggalan Trump menawarkan janji tersebut saat presiden AS itu berada dalam status lame duck (orang yang kalah dalam Pemilu-red), kata dia.
"Presiden Trump tidak seharusnya membuat kebijakan-kebijakan penting karena dalam waktu yang tidak terlalu lama akan diganti oleh Joe Biden," ujar Hikmahanto.
Ia mengatakan mungkin saja tawaran itu terkait persaingan dominasi AS-China di kawasan Asia.
Untuk memenangkan persaingan kedua negara, menurut Hikmahanto, AS menggunakan instrumen investasi dan utang, bahkan vaksin.
"Hanya saja karena perekonomian di AS sangat terdampak oleh pandemi COVID-19, dana yang dibutuhkan tidak mungkin berasal dari AS. Dana ini yang kemudian dinegosiasikan oleh AS dengan Israel. Seolah Israel menjadi bendahara AS. Israel sepertinya menyanggupi namun dengan persyaratan," katanya.
Bagi Israel, lanjut Hikmahanto, pengakuan Indonesia atas negara Israel penting karena Indonesia merupakan negara berpenduduk Islam terbesar di luar Timur Tengah.
"Belum lagi Israel dapat mengeklaim ke masyarakat internasional bahwa negara yang anti terhadap penjajahan mau mengakui Israel sebagai negara dan menjalin hubungan diplomatik," ujar dia.
Baca juga: NU: Indonesia tidak perlu buka hubungan diplomatik dengan Israel
Baca juga: MUI ingatkan Indonesia tak normalisasi hubungan dengan Israel
Guru Besar UI: Tiga alasan Indonesia tidak buka hubungan dengan Israel
Jumat, 25 Desember 2020 21:50 WIB