Bandung, 4/3 (ANTARA) - Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Jawa Barat mendesak pemerintah membatasi masuknya perusahaan ritel asing karena dapat mematikan peritel lokal termasuk pasar tradisional.
"Perlu ada peninjauan regulasi yang ada dan lebih tegas apakah akan membuka lebar-lebar masuknya peritel asing atau tidak," kata Ketua Aprindo Jabar, Hendri Hendarta, di Bandung, Kamis.
Ia menyebutkan, jumlah perusahaan ritel asing dengan modal besar saat ini sudah ancang-ancang untuk masuk ke pasar Indonesia.
Sedikitnya tiga peritel yang disebut-sebut segera masuk yakni Seven-Eleven dari Jepang, Tesco (Inggris) dan Wallmart (AS).
Masuknya perusahaan ritel itu, kata Hendri, jelas akan meramaikan kompetisi pasar peritel di dalam negeri. Namun, di lain pihak semakin menyudutkan peritel lokal khususnya yang investasinya tidak terlalu besar.
"Beberapa peritel lokal sudah ada yang berguguran, apalagi dengan masuknya peritel asing dalam bisnis pasar modern dengan sistem 'franchise'," kata Hendri.
Beberapa perusahaan ritel yang terdesak dari persaingan di bisnis ritel supermarket dan mini market itu antara lain Merlin, Badranaya dan MM. Meski masih bertahan, namun keberadaanya semakin terdesak.
Hendri menyebutkan, persaingan peritel asing dengan peritel lokal tak bisa dihindarkan lagi, namun para peritel asing dipastikan mendapat dukungan kapital yang lebih besar. Selain itu memiliki teknologi yang lebih canggih.
"Dari sisi jaringan peritel lokal saat ini memang unggul, namun dengan kekuatan kapitalnya bisa mengejar jumlah jaringan peritel lokal," kata Hendri.
Lebih lanjut, Hendri menyebutkan, masuknya perusahaan ritel asing untuk masuk ke Indonesia memungkinkan. Saat inipun sudah ada beberapa peritel asing yang melebarkan sayapnya di Indonesia antara lain Carrefour dan Circle K.
Pintu masuk peritel asing antara lain Kepres 118 tahun 2000 tentang perdagangan ritel internasional, kemudian penyaringannya Perpres 112 Tahun 2007 tentang perdagangan serta Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.53/ 2008 tentang pengaturan pasar.
Pengaturan pendirian pasar modern juga diatur oleh daerah kabupaten/ kota masing-masing melalui Perda. Hendri mencontohkan Kota Bandung telah memiliki Perda No.2 Tahun 2009 tentang penataan pasar.
"Di sana ada regulasi dan aturan main tentang lokasi, RTRW serta persyaratan lainnya yang mengatur pasar tradisional dan pasar tradisional. Namun aturan itu perlu ada sinkronisasi sehingga tidak terjadi tumpang tindih," kata Ketua Aprindo Jabar itu menambahkan.
Syarif Abdullah