Bandung (ANTARA) - Epidemiolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, dr Dwi Agustian meminta angka reproduksi COVID-19 Kota Bandung dievaluasi karena kini jumlah kasus positif baru kian meningkat.
"Jumlah kenaikan kasus serta angka reproduksi COVID-19 harus berjalan beriringan. Apabila dua hal tersebut tidak beriringan, kemungkinan ada suatu hal yang bermasalah. Kalau kasusnya surplus dari hari ke hari, berarti kan gak cocok dengan klaim angka reproduksi COVID-19 di bawah 1,0," kata Dwi saat dihubungi di Bandung, Rabu.
Menurut dia, angka reproduksi COVID-19 itu dihitung dari pertambahan kasus serta pertambahan jumlah kesembuhan. Apabila jumlah pertambahan kasus lebih banyak dari kesembuhan, maka angka reproduksi COVID-19 bisa melebihi angka satu, begitu pun sebaliknya.
Namun sejauh ini berdasarkan data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Bandung, jumlah pertambahan kasus tampak terus meningkat dan tidak seimbang dengan jumlah kesembuhan.
Misalnya, pada 23 Agustus 2020 jumlah kasus kumulatif COVID-19 di Kota Bandung ada sebanyak 710 kasus. Lalu pasien yang positif COVID-19 yang sudah sembuh berjumlah 591 orang.
Kemudian dari data terbaru, 15 September 2020, sudah ada 1.007 kasus positif kumulatif COVID-19. Dan angka pasien COVID-19 yang sudah sembuh itu berjumlah 722 orang. Artinya dari rentang waktu 23 Agustus hingga 15 September 2020 ada sebanyak 297 penambahan kasus positif COVID-19. Sedangkan angka kesembuhan itu hanya bertambah 131 orang.
Dwi mengatakan jika kasus positif COVID-19 serta angka kesembuhan mengalami surplus, maka yang perlu dievaluasi adalah cara menghitung angka reproduksinya.
"Angka reproduksi di bawah satu itu gampangnya yang sembuh lebih banyak dari kasus baru, jadi tidak surplus gitu, makanya yang perlu dikritisi adalah cara menghitungnya," kata Dwi.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri menyatakan kini status Kota Bandung berada di zona oranye atau wilayah dengan resiko sedang.
Adapun Pemerintah Kota Bandung kini mengambil langkah kebijakan dengan menerapkan adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang diperketat untuk mengawasi protokol kesehatan di tengah masyarakat.
Baca juga: IDI Jabar: Pemda perlu evaluasi angka reproduksi COVID-19
Baca juga: Angka reproduksi COVID-19 di Jabar turun ke 0,75
Baca juga: Angka Reproduksi (Rt) COVID-19 di Jabar alami penurunan