Garut, 6/11 (ANTARA) - Pengelolaan sanitasi jamban keluarga warga pedesaan di kabupaten Garut, Jawa Barat, hingga kini masih didominasi sistim "cubluk" yaitu tempat pembuangan kotoran manusia yang dibuat tidak permanen.
Banyaknya terdapat tanah halaman luas, sehingga di tempatkan berjauhan dengan sumber air bersih, namun terkait terjadinya pertambahan penduduk bisa berakibat pencemaran pada sumber air sumur, kata Kabid Air Bersih pada Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Cipta Karya (Pertacip) Garut, Ir H Rinaldi Ria, Jumat.
Kondisi tersebut juga di perparah banyaknya penduduk yang membuang kotoran di sungai, kanal/kali serta persawahan, yang kini semakin mendesak segera diperlukan perubahan perilaku itu, katanya.
Kandungan ecoli pada sumber-sumber air bersih terutama sumur penduduk termasuk air sawah, kolam dan sungai umumnya telah mencapai diatas 3000 ppm, katanya.
Rinaldi juga mengakui, sekrang terdapat sekurangnya 1,2 juta lebih warga kabupaten Garut, yang membuang kotoran sembarangan atau tak memanfaatkan "septic tank", sehingga limbahnya banyak yang mengalir ke sawah, sungai serta selokan.
Menyebabkan masyarakat sering terserang diare, penyakit kulit, sakit mata dan "insfeksi saluran pernapasan akut" (ispa), karena banyak sarana air bersih tercemar kuman "ecoli", padahal disyaratkan tak melebihi 10 ppm, sebagaimana diungkapkan Kadinkes setempat dr H. Hendy Budiman, M.Kes saat ditemui terpisah.
Kondisi lingkungan yang memprihatinkan tersebut, terkait dengan cakupan jamban keluarga lengkap dengan sarana "septic tank" nya hanya 51 persen, sedangkan 49 persen lainnya tak memiliki "septic tank" termasuk yang langsung "buang air besar" (BAB) di sawah, sungai dan selokan, katanya.
49 persen limbah dari sekurangnya 2.481.471 penduduk kabupaten Garut atau 1.215.921 jiwa, setiap harinya menyebar pada aliran sungai, selokan dan areal air persawahan yang mengalir ke hilir kemudian banyak dimanfaatkan untuk mandi, mencuci sekaligus sebagai kakus (MCK).
Selanjutnya terus mengalir ke arah hilir dengan pemanfaatan serupa, termasuk di kampung Panawuan kelurahan Sukajaya kecamatan Tarogong Kidul, yang perlu disikapi pro aktif oleh camat dan unsure aparat kelurahan setempat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium kesehatan daerah belum lama ini menunjukan, kondisi sarana air sumur di wilayah itu mengandung "ecoli" berkisar 50-240 ppm.
Sedangkan penanggulangannya, antara lain penyebaran kaporitisasi yang perlu ditindaklanjuti oleh kegiatan fisik dari institusi teknis terkait, seperti Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Cipta Karya (Pertacip), guna mewujudkan sanitasi lingkungan beserta pengadaan air bersihnya yang memadai.
Masih menurut Hendy Budiman, memprihatinkannya kondisi sanitasi lingkungan di kabupaten Garut, juga kian diperparah proses pembuangan limbah cair dan padat pada kawasan industri penyamakan kulit di kampung Sukaregang.
Selain sangat berbau, air berwarna hitam pekat tersebut disertai tingginya kandungan "chrom" maupun zat besi serta unsur kimia lainnya, juga dialirkan ke sungai, selokan dan persawahan yang tak mustahil di arah hilir terdapat jamban keluarga yang memanfaatkan sumber air itu.
Diharapkan agar masyarakat pun berperan serta menjaga dan memelihara lingkungan, dengan menerapkan "pola hidup bersih dan sehat" (PHBS), kata Hendy Budiman.***3***
John Doddy Hidayat
(U.PK-HT/B/M019/M019) 06-11-2009 10:55:13