Jakarta (ANTARA) - Pihak kepolisian Xinjiang menangkap seorang perempuan bermarga Jin atas tuduhan mengeluarkan pernyataan bohong mengenai seorang perempuan yang tidak dites asam nukleat dan tidak menjalani karantina setelah kembali dari Kazakhstan sebagai penyebab terjadinya klaster baru wabah COVID-19 di daerah otonomi paling barat di China itu.
Meskipun sumber klaster baru di Ibu Kota Daerah Otonomi Xinjiang di Urumqi itu sampai sekarang belum diketahui, kepolisian setempat menepis rumor bahwa wabah tersebut disebabkan seorang perempuan yang baru pulang dari Kazakhstan.
Hingga Selasa pagi, di Xinjiang masih terdapat 47 kasus positif dan 50 kasus lainnya tanpa gejala. Dari 47 kasus, sebanyak 46 di antaranya berasal dari Kota Urumqi, sedangkan satu lagi dari Kota Kashgar. Dua pasien di antaranya dalam kondisi kritis.
Investigasi epidemiologis dan analisis Departemen Pengendalian Penyakit Menular setempat menunjukkan bahwa pasien yang pertama wabah gelombang kedua dan beberapa lainnya termasuk yang tanpa gejala di Kota Urumqi tidak satu pun memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri.
Beberapa pusat transportasi yang menghubungkan Xinjiang dengan Kazakhstan dan Rusia sudah ditutup sejak Festival Musim Semi bulan lalu dan tidak ada satu pun orang asing melalui kawasan tersebut, demikian Zhang Yuexin, seorang pakar medis Tim Pencegahan Penyakit Menular Kota Urumqi sekaligus Direktur Infeksi Menular Rumah Kelas Satu Xinjiang Medical University dikutip media setempat.
Menurut dia, Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang telah memberlakukan kebijakan pencegahan yang sangat ketat terhadap setiap kendaraan dan sopir yang ada di tempat mangkal kendaraan pengangkut barang-barang ekspor tersebut selama beberapa bulan yang lalu.
Untuk mencari sumber wabah, Departemen Pengendalian Penyakit Menular tersebut juga melacak genetika virus, melacak beberapa orang terkait virus, dan berusaha mendapatkan informasi epidemiologis sebanyak mungkin.
Pada saat pelacakan masih berlangsung, spekulasi lain mengenai sumber infeksi di Urumqi tidak bisa dipercaya, tegas Zhang.
Justru dia menduga, kasus baru COVID-19 tersebut berasal dari sebuah acara resepsi pernikahan di Kota Urumqi pada awal Juli ini.
Menurut Komisi Kesehatan Daerah Otonomi Xinjiang, Senin (20/7), 16 pasien di Urumqi dan sembilan tanpa gejala terkonfirmasi COVID-19. Demikian pula satu kasus di Kashgar yang baru pulang dari Urumqi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kota Urumqi, Rui Baoling, mengatakan bahwa pihaknnya sangat sibuk melakukan investigasi penyebaran wabah tersebut.
Pihaknya juga telah melakukan uji klinis beberapa sampel yang diambil dari produk bahan pokok, makanan, ruangan, dan air limbah di kota yang paling banyak dihuni etnis Uighur itu yang semuanya hasilnya negatif.
Pemerintah Kota Urumqi juga telah menyemprot disinfektan di beberapa tempat terbuka yang sangat mungkin terkontaminasi virus.
Tes asam nukleat secara massal juga telah digelar oleh pemerintah daerah setempat sejak munculnya klaster baru pada pekan lalu itu setelah lebih dari lima bulan tidak ada kasus positif.
Pada awal bulan ini, pemerintah China sempat mengeluarkan peringatan warganya terkait wabah baru di Kazakhstan yang berbatasan langsung dengan Xinjiang itu.
Baca juga: China klaim jumlah masjid di Xinjiang lebih banyak daripada di AS
Baca juga: Pemerintah Otonomi Xinjiang berterima kasih atas dukungan negara Islam
Baca juga: 19 negara Arab dukung China soal kebijakan di Hong Kong dan Xinjiang