Cianjur (ANTARA) - DPRD Cianjur, Jawa Barat (Jabar) meminta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Parsial di Cianjur tidak diperpanjang, karena tata cara dan aturan pelaksanaannya dinilai tidak jelas, sehingga anggaran yang terkuras dianggap tidak tepat sasaran untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.
"Banyak yang harus dievaluasi sebelum mengajukan perpanjangan, karena PSBB tahap pertama tidak dapat memutus rantai penyebaran dengan masih tingginya angka orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) serta bertambahnya pasien positif di Cianjur," kata Ketua DPRD Cianjur Ganjar Ramadhan pada wartawan, Selasa.
Ia menjelaskan, dalam pelaksanaan PSBB di Cianjur tidak maksimal karena kurang sosialisasi, sehingga tingkat kesadaran warga akan bahaya Virus Corona sangat kurang. Longgarnya pemeriksaan di perbatasan menjadi sorotan lemahnya sanksi yang diterapkan, sehingga pengendara yang melintas dapat dengan mudah keluar masuk Cianjur.
Baca juga: PSBB parsial di Cianjur diperpanjang hanya di 16 kecamatan
"Untuk penjagaan di perbatasan, penutupan atau penyekatan jalur di perkotaan tidak konsisten. Contoh Jalan Pasir Hayam hari ini ditutup, besok sudah dibuka kembali, termasuk jalur utama dalam kota, ditutup tapi warga yang beraktivitas tambah banyak," katanya pula.
Seharusnya, menurut politisi Partai Gerindra itu, aturan PSBB yang ditetapkan pemerintah mulai dari pusat hingga daerah berjalan beriringan, termasuk sanksi tegas yang dijatuhkan bagi warga yang melanggar, sehingga dana yang dikeluarkan hingga triliunan rupiah untuk memutus rantai penyebaran berjalan maksimal.
"Peraturan yang dikeluarkan terkesan asal-asalan karena sejak awal warga diimbau melakukan sosial distancing, psychal distancing dan work from home, namun keluar lagi imbauan yang berusia 45 tahun ke bawah boleh bekerja, Menteri Perhubungan mengeluarkan izin kendaraan umum bisa beroperasi, ini kan membingungkan warga," katanya pula.
Baca juga: Pemkab Cianjur ajukan perpanjangan PSBB parsial
Namun, ujar dia, pihaknya sangat mengapresiasi satgas gabungan TNI, Polri, Satpol PP, petugas Dishub dan lain-lain karena sudah melakukan tugasnya dengan maksimal, meskipun tanpa dibekali sanksi tegas bagi pelanggar. "Satgas bertugas hanya melakukan penyekatan, tanpa dapat memberikan tindakan dan sanksi bagi pelanggar," katanya lagi.
Direktur Kebijakan Publik dan Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan Harokah Institut (HI) Cianjur, Firdaus Alawi mengatakan, anggaran COVID-19 sebesar Rp100 miliar yang dianggarkan Pemkab Cianjur dinilai tidak jelas realisasinya, karena banyak pemberitaan hingga saat ini alat pelindung diri (APD) bagi tim medis dan insentif untuk garda terdepan penanganan COVID-19 masih sangat minim.
Baca juga: PSBB parsial di Cianjur, operasional pertokoan-pusat perbelanjaan empat jam
"Pihak Dinkes sudah mencairkan Rp1,9 miliar untuk bayar vila, padahal yang lebih penting itu APD dan rapid test bukan vila. Vila kan untuk orang yang positif Corona, alat pengecekannya saja tidak ada. Sejauh ini di Cianjur ada berapa ratus yang sudah positif," katanya pula.
Ia menilai perlu ada evaluasi untuk Pemkab Cianjur terkait anggaran seratus miliar rupiah dan pelaksanaan PSBB, apakah sudah berhasil atau belum. "Kalau belum kenapa harus diperpanjang, evaluasi dulu apa kekurangannya, sehingga angka penyebaran masih terjadi. Mana yang harus jadi prioritas, jangan sampai tenaga medis terpapar karena minimnya APD," kata dia lagi.
Baca juga: Satgas Cianjur pulangkan seratusan kendaraan karena melanggar PSBB