Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyebut ada 7.000 surat aduan dari masyarakat yang masuk ke lembaganya dan 30 persennya mempunyai potensi korupsi.
"Ada 7.000 surat yang masuk ke KPK, 30 persen punya potensi korupsi. 30 persen dari 7.000 dibagi 365 hari setahun, KPK harusnya memenjarakan lima orang lebih sehari," ucap Saut saat menyampaikan paparan dalam acara "Temu Aksi Nasional Penyuluh Antikorupsi" di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Rabu.
Dalam paparannya, Saut juga berbicara mengenai integritas seseorang yang harus terus dirawat untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
"Bangun integritas itu harus hari demi hari. Ibarat matahari, ibarat kita shalat lima waktu, ibarat saya ke gereja tiap minggu dan seterusnya dan ibarat saya baca Alkitab setiap hari, terus jangan berhenti. Itu harus begitu setiap hari, jangan pernah berhenti," ujar Saut.
Selain itu, Saut juga menekankan pentingnya pencegahan korupsi di depan para penyuluh antikorupsi dari berbagai daerah tersebut.
Menurut Saut, para penyuluh antikorupsi tersebut bisa bertemu langsung dengan gubernurnya masing-masing untuk berinteraksi mengenai pencegahan korupsi.
"Jadi, bapak-bapak harus punya target seminggu saya harus ketemu gubernur berapa hari, mungkin seminggu sekali. Harus punya target. Jadi, setiap hari terus lah bekerja. Terus lah melakukan interaksi bertemu banyak orang bicara dengan mereka, lakukan interaksi pakai sosial media," kata dia.
Dengan adanya penyuluh antikorupsi, kata Saut, dapat membantu kerja KPK yang terbatas karena sumber daya manusia.
"Walaupun KPK punya bidang masuk ke semua jenjang pendidikan karena itu perintah undang-undang tetapi bagian lain KPK punya keterbatasan dari sisi "resource"-nya. Kami harus minta tolong siapa? Dengan keterbatasan itu, kemudian masuk ada orang yang sama-sama punya "passion" dengan KPK yang kemudian saya sebut belahan hatinya KPK," tuturnya.
Baca juga: Rumah Dirut BPR Indramayu juga digeledah KPK
Baca juga: KPK geledah kantor BPR Indramayu terkait kasus suap pengaturan proyek