Jakarta (ANTARA) - Bertepatan dengan Hari Guru Nasional 25 November, Aksi Cepat Tanggap (ACT) telah meluncurkan program Sahabat Guru Indonesia sebagai bentuk apresiasi tertinggi kepada para pahlawan tanpa tanda jasa Indonesia.
Direktur Program ACT Wahyu Novyan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan pemberian beaguru untuk guru prasejahtera merupakan implementasi program Sahabat Guru Indonesia.
"ACT sangat mengapresiasi kehadiran guru-guru berdedikasi tinggi di Indonesia. Mereka telah mengabdikan diri bagi pendidikan dan kemajuan zaman meski dengan pendapatan rendah," katanya.
Novan mengatakan melalui program tersebut ACT mengajak masyarakat luas untuk ikut memberikan apresiasi terbaiknya bagi guru prasejahtera yang juga memiliki prestasi membanggakan bagi sekolah dan muridnya.
Dia mengatakan beberapa guru dari berbagai daerah dihadirkan dalam peluncuran program tersebut. Potret kehidupan para guru menjadi catatan refleksi bagi pendidikan di Indonesia.
Dedi Mulyadi (37) merupakan salah satu guru prasejahtera dari Kecamatan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang, yang mendapatkan apresiasi dari ACT berupa beaguru. Sudah 12 tahun Dedi menjadi guru honorer di kampungnya. Pekerjaan itu dia jalani walau dengan pendapatan rendah.
"Bapak saya dulu 20 tahun jadi guru di sini, jadi saya juga ingin meneruskan pekerjaan bapak, yaitu jadi guru di kampung sendiri. Walau selama ini honorer pun, ya tak apa, yang penting anak-anak di kampung ini bisa terus sekolah," kata dia.
Selama menjadi guru honorer di sekolah negeri, Dedi hanya mengantongi gaji Rp12 ribu rupiah per hari atau Rp300 ribu per bulan. Namun, gaji tersebut terkadang tak selalu diterima per bulan. Seringkali, Dedi menerima gajinya per tiga bulan sekali karena biaya operasional sekolah yang tidak turun.
Setiap harinya, Dedi mengajar di SDN Pasirlancar 2 pada pukul 07.00-13.00 waktu setempat. Di sela waktunya itu terkadang dia merangkap mengajar di sekolah lain yang tak jauh dari SD. Di sana Dedi menerima upah Rp5 ribu per jam.
"Ibu, istri dan anak tahu pekerjaan dan gaji saya, tapi mereka menerima, bahkan sangat mendukung," katanya.
Potret lainnya hadir dari MI Malnu Cikarang, Desa Pasirlancar, Kecamatan Sindangresmi, Pandeglang. Para guru umumnya berpenghasilan Rp400 ribu per bulan. Penghasilan mereka diterima setiap enam bulan sekali.
Sajad Setiadi (50 tahun) selaku Kepala sekolah sekaligus guru MI Malnu Cikarang menjelaskan ada tujuh orang tenaga pengajar di sekolahnya. Mereka semua merupakan warga sekitar sekolah.
Semua guru yang mengajar di MI Malnu Cikarang merupakan perempuan. "Guru di sini perempuan semua, jadi sang suami yang bekerja utama di tempat lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga," kata dia.
Sementara itu sejak tahun 2015, di MI Malnu empat ruang sekolah mengalami kerusakan. Gempa-gempa kecil yang sering terjadi dan angin puting beliung pada tahun itu menghancurkan ruang kelas. Tiang utama penyangga atap roboh dan merambat ke ruang lain yang bersebelahan.
Akibatnya, saat ini hanya dua ruang kelas yang hanya dapat digunakan, bahkan salah satu kelas kondisinya cukup memprihatinkan. Lantai telah banyak yang pecah dan berganti tanah sedangkan meja dan bangku juga terbatas.
Tiap harinya, kegiatan belajar kelas 1 sampai 3 digabung dalam satu ruangan begitu juga kelas 4-6 menggunakan satu ruang lain. Baris duduk jadi pemisah antarkelas.
"Dana BOS tak sanggup menutupi mahalnya biaya pembangunan, bahkan untuk gaji guru pun masih dirasa kurang di tengah meningkatnya harga kebutuhan pokok. Biaya angkut material ke desanya cukup mahal karena medan jalan berbatu dan jauh dari pusat kota," katanya.
Direktur Program ACT Wahyu Novyan mengajak para dermawan memuliakan para guru Indonesia melalui gerakan Sahabat Guru Indonesia. Para dermawan dapat berdonasi untuk para penyampai ilmu hingga pelosok-pelosok Indonesia.
"Mari, tunjukkan kepedulianmu dengan berdonasi melalui indonesiadermawan.id/SahabatGuruIndonesia. #IndonesiaDermawan #HariGuruNasional #SahabatGuruIndonesia," katanya.
Nirlaba
Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah organisasi nirlaba profesional yang memfokuskan kerja-kerja kemanusiaan pada penanggulangan bencana mulai fase darurat sampai dengan fase pemulihan pasca-bencana.
Organisasi ini, catat Wikipedia, pertama kali melakukan aksinya sejak tahun 1994 di Liwa, Lampung Barat dalam merespons bencana gempa bumi. Tonggak kemandirian lembaga sejak resmi menjadi Yayasan Aksi Cepat Tanggap tanggal 21 April 2005.
Tanggal 21 April 2005, Aksi Cepat Tanggap (ACT) secara resmi diluncurkan secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.
ACT mengembangkan aktivitasnya untuk memperluas karya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan paska bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti qurban, zakat dan wakaf.
ACT didukung oleh donatur publik dari masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap permasalahan kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan melalui program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR). Sebagai bagian dari akuntabilitas keuangannya,
Organisasi ini secara rutin memberikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik kepada donatur, pemangku kepentingan lainnya, dan dipublikasikan melalui media massa.*
#indonesiadermawan
ACT luncurkan program Sahabat Guru Indonesia
Selasa, 26 November 2019 20:37 WIB