Cirebon (ANTARA) - Keraton Kanoman Cirebon, Jawa Barat pada setiap 9 Maulud atau Rabiulawal melakukan ritual "Nyiram gong sekati" sebagai upaya untuk merawat tradisi para leluhur.
"Penyucian (Nyiram gong sekati, red.) ini merupakan tradisi Kesultanan Keraton Kanoman sejak dahulu," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina di Cirebon, Rabu.
Ia menuturkan "Nyiram gong sekati" dilakukan setiap 9 Maulud atau Rabiulawal, di mana hal tersebut salah satu rangkaian dari prosesi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
"Gong sekati" yang dicuci, kata Arimbi, yaitu satu rangkaian alat musik gamelan yang antara lain terdiri atas gong, demung, saron, dan peking.
Rangkaian alat musik gamelan itu oleh para leluhur dari Keraton Kanoman dinamakan "Gamelan Sekaten" yang merupakan alat musik pada zaman dahulu untuk mengajak masyarakat sekitar membaca syahadat.
"Gamelan Sekaten yang dicuci itu merupakan alat musik yang dahulu digunakan untuk menyiarkan agama Islam di tanah Cirebon," ujarnya.
Gamelan tersebut, lanjut Arimbi, sudah berumur ratusan tahun dan sampai saat ini masih terawat serta berfungsi seperti sediakala.
Pada setiap Maulud, setelah gong tersebut dicuci kemudian dibunyikan sampai malam 12 atau puncak tradisi Mauludan.
"'Gamelan Sekaten' dibunyikan mulai hari ini sampai nanti pas malam tanggal 12 Bulan Maulud di jam-jam yang sudah ditentukan," katanya.
Baca juga: Ritual cuci piring peninggalan Wali Songo di keraton Kasepuhan Cirebon
Baca juga: Keraton Kanoman Cirebon gelar tradisi sedekah "Tawurji"