Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, mengatakan kasus penusukan terhadap Menteri Koordinator Polhukam Wiranto membuktikan bahwa upaya pembunuhan terhadap pejabat negara bukan sekedar gertak sambal.
"Bagi saya, kasus ini membuktikan bahwa upaya untuk membunuh pejabat negara bukan sekadar gertak sambal, akan tetapi merupakan ancaman yang serius," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Jumat.
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan penyerangan terhadap Menteri Polhukam Wiranto di Pandeglang Jawa Barat.
Menurut dia, kejadian ini juga menggambarkan bahwa pola pengawalan terhadap pejabat negara sangat lemah, sehingga mudah disusupi oleh pelaku, begitu juga kerja intelejen tidak mampu mengantisipasi adanya ancaman tersebut.
Dia mengatakan, seorang menteri dari latar belakang militer saja kecolongan, apalagi pejabat sipil yang tidak memiliki insting intelejen akan lebih mudah dihabisi.
Oleh karena itu, instrumen negara dalam melakukan pengawalan dan intelejen harus lebih profesional agar tidak ada korban lagi.
Boleh jadi, katanya, pihak-pihak yang merasa tidak puas terhadap negara akan menggunakan pola yang sama untuk melakukan operandinya.
Karena itu, tugas negara untuk menjamin keamanan dan keselamatan pejabat negara, kata mantan Pembantu Rektor I Universitas Muhammadiyah Kupang ini.
Menkopolhukam sekaligus Ketua Umum PP PBSI Wiranto diserang oleh orang tidak dikenal saat melakukan kunjungan kerja di Pandeglang, Banten pada Kamis, (10/10) siang.
Akibat penyerangan tersebut, Wiranto dikabarkan terkena dua tusukan di perut dan sempat dirawat di RSUD Berkah, Pandeglang, kemudian dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.
Baca juga: Wiranto ditusuk, pengamanan seorang menteri kecolongan?
Baca juga: MUI kecam aksi penyerangan terhadap Wiranto
Kasus penusukan Wiranto bukti ancaman pembunuhan pejabat bukan gertak sambal
Jumat, 11 Oktober 2019 11:24 WIB