Bandung (Antaranews Jabar) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat menargetkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang saat ini sedang dibahas oleh Pansus VI DPRD Jawa Barat bisa selesai akhir 2018.
"Kabupaten Bandung sudah punya Perda KTR ini dan masih tahap sosialisasi, untuk itu Pansus VI mencari dan mempelajari fakta yang ada di Kabupaten Bandung. Ini dilakukan agar akhir tahun ini Raperda KTR ini bisa selesai atau sudah tersusun dengan baik," kata Anggota Pansus VI DPRD Provinsi Jawa Barat, Iemas Masithoh M Noer, di Bandung, Jumat.
Dia menyatakan DPRD Jawa Barat terinspirasi oleh Kabupaten Bandung terkait pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) uamh saat ini sedang dibahas oleh Pansus VI DPRD Jawa Barat.
"Kabupaten Bandung menjadi inspirasi bagi Pansus VI DPRD Jawa Barat dalam membentuk Raperda Kawasan Tanpa Rokok atau KTR ini dan bisa bermanfaat bagi masyarakat Jawa Barat kedepannya," kata Anggota Pansus VI DPRD Provinsi Jawa Barat, Iemas Masithoh M Noer, di Bandung, Jumat.
Menurut Iemas, salah satu tujuan dari raperda tersebut ialah sebagai bentuk ketidakpuasan dan kekhawatiran pemerintah terhadap warganya yang tidak menyadari akan bahayanya merokok.
"Oleh karena itu, untuk meminimalisasi dampak dari korban perokok pasif, raperda KTR perlu dibentuk," kata dia.
Dia mengatakan, hingga kini masih banyak perokok yang tidak tahu tempat dan intoleransi terhadap perokok pasif.
Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh asap rokok, kata Iemas, terutama korban yang berasal dari kalangan anak-anak karena masih menjadi perokok pasif.
"Ini yang kami lihat, banyak yang belum mengetahui kawasan mana saja yang tidak diperbolehkan bagi perokok," kata Imas.
Raperda KTR, lanjut Iemas, sudah disahkan di Kabupaten Bandung dan sejauh mana implementasi yang sudah berjalan.
"Kabupaten Bandung justru sudah selangkah lebih maju karena telah membentuk satgas kawasan tanpa rokok yang membuat perda ini menjadi implementatif," katanya.
Dia mengatakan tantangan kedepan, dalam membentuk raperda ini faktor hambatan yang utama tentunya sebagian besar masyarakat Jawa Barat ini perokok dan akan berbenturan dengan masalah hak azasinya.
"Penerapan ini akan kami jadikan pertimbangan agar dapat segera selesai untuk disahkan," kata dia.
Pemkab Bandung saat ini telah menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai salah satu upaya mengurangi penyumbang terbesar pencemaran udara dari polutan asap rokok.
Namun, Perda No. 13 Tahun 2012 diragukan efektifitasnya bila tanpa ada sanksi tegas dan keteladanan dari pejabat, ulama, maupun tokoh masyarakat.
Kawasan tanpa rokok merupakan area atau tuangan bebas dari asap rokok, kegiatan memproduksi rokok, menjual, mengiklankan atau mempromasikan produk tembakau.
Diciptakannya kawasan tanpa asap rokok dilatarbelakangi oleh perilaku perokok aktif yang mulai mengkhawatirkan dan berisiko terhadap kesehatan baik dirinya maupun orang di sekitarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Kabupaten Bandung sudah punya Perda KTR ini dan masih tahap sosialisasi, untuk itu Pansus VI mencari dan mempelajari fakta yang ada di Kabupaten Bandung. Ini dilakukan agar akhir tahun ini Raperda KTR ini bisa selesai atau sudah tersusun dengan baik," kata Anggota Pansus VI DPRD Provinsi Jawa Barat, Iemas Masithoh M Noer, di Bandung, Jumat.
Dia menyatakan DPRD Jawa Barat terinspirasi oleh Kabupaten Bandung terkait pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) uamh saat ini sedang dibahas oleh Pansus VI DPRD Jawa Barat.
"Kabupaten Bandung menjadi inspirasi bagi Pansus VI DPRD Jawa Barat dalam membentuk Raperda Kawasan Tanpa Rokok atau KTR ini dan bisa bermanfaat bagi masyarakat Jawa Barat kedepannya," kata Anggota Pansus VI DPRD Provinsi Jawa Barat, Iemas Masithoh M Noer, di Bandung, Jumat.
Menurut Iemas, salah satu tujuan dari raperda tersebut ialah sebagai bentuk ketidakpuasan dan kekhawatiran pemerintah terhadap warganya yang tidak menyadari akan bahayanya merokok.
"Oleh karena itu, untuk meminimalisasi dampak dari korban perokok pasif, raperda KTR perlu dibentuk," kata dia.
Dia mengatakan, hingga kini masih banyak perokok yang tidak tahu tempat dan intoleransi terhadap perokok pasif.
Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh asap rokok, kata Iemas, terutama korban yang berasal dari kalangan anak-anak karena masih menjadi perokok pasif.
"Ini yang kami lihat, banyak yang belum mengetahui kawasan mana saja yang tidak diperbolehkan bagi perokok," kata Imas.
Raperda KTR, lanjut Iemas, sudah disahkan di Kabupaten Bandung dan sejauh mana implementasi yang sudah berjalan.
"Kabupaten Bandung justru sudah selangkah lebih maju karena telah membentuk satgas kawasan tanpa rokok yang membuat perda ini menjadi implementatif," katanya.
Dia mengatakan tantangan kedepan, dalam membentuk raperda ini faktor hambatan yang utama tentunya sebagian besar masyarakat Jawa Barat ini perokok dan akan berbenturan dengan masalah hak azasinya.
"Penerapan ini akan kami jadikan pertimbangan agar dapat segera selesai untuk disahkan," kata dia.
Pemkab Bandung saat ini telah menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebagai salah satu upaya mengurangi penyumbang terbesar pencemaran udara dari polutan asap rokok.
Namun, Perda No. 13 Tahun 2012 diragukan efektifitasnya bila tanpa ada sanksi tegas dan keteladanan dari pejabat, ulama, maupun tokoh masyarakat.
Kawasan tanpa rokok merupakan area atau tuangan bebas dari asap rokok, kegiatan memproduksi rokok, menjual, mengiklankan atau mempromasikan produk tembakau.
Diciptakannya kawasan tanpa asap rokok dilatarbelakangi oleh perilaku perokok aktif yang mulai mengkhawatirkan dan berisiko terhadap kesehatan baik dirinya maupun orang di sekitarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018