Bandung (Antaranews Jabar) - Sekda Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan pemerintah provinsi mendorong agar penggunaan dana bagi cukai hasil tembakau (DBHCHT) tahun 2018 akan diarahkan pada tiga sasaran program terkait dengan tembakau.
"Terkait penggunaan dana bagi cukai hasil tembakau tahun ini kita dorong ke tiga program sasaran dan diusahakan tidak menjadi silpa (sisa lebih penggunaan anggaran)," kata Iwa Karniwa usai Rakor Pengelolaan DBHCHT di Gedung Bapenda Jawa Barat, Kota Bandung, Kamis.
Menurut dia penggunaan DBHCT oleh provinsi dan kabupaten/kota yang berasal dari pajak rokok tidak boleh keluar dari kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah.
"Jadi dana ini harus berpihak pada tiga hal utama, petani tembakau, penertiban cukai ilegal dan mengurangi dampak negatif dari industri tembakau," kata Iwa.
Dia menuturkan pada tahun 2018 ini penggunaan dana tersebut bisa lebih maksimal mengingat sudah ada perubahan regulasi dan kebijakan DBHCHT.
"Selama ini penggunaannya termasuk provinsi dan kabupaten/kota beberapa tahun ini malah menjadi Silpa," ujarnya.
Iwa mengatakan mayoritas dana menjadi silpa dikarenakan adanya regulasi Pusat yang kurang jelas dimana provinsi dan kabupaten/kota khawatir sasaran dana tersebut keliru.
"Memang ada beberapa kejadian, dana yang dialokasikan ternyata diperiksa (BPK). Akhirnya daripada digunakan tapi salah, lebih baik jadi SILPA," kata dia.
Oleh karena itu, kata Iwa, Pemprov Jawa Barat menargetkan mulai 2018 ini DBHCHT tidak lagi menjadi SILPA dengan menerapkan pembentukan struktur organisasi di provinsi sampai daerah agar bisa saling mensinergikan penggunaan dana tersebut.
Lebih lanjut ia mengatakan setelah struktur yang diketuai masing-masing Sekda terbentuk dilanjutkan dengan perlu adanya sosialisasi peraturan Kementerian Keuangan yang baru terkait hal ini.
"Saat ini kami tidak ingin lagi menjadi SILPA, karena itu rakor ini juga menjadi ajang optimalisasi penggunaan dana di masing-masing kabupaten/kota sesuai potensi yang ada. Kebetulan 15 Sekda hadir disini," kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat Dadang Suharto mengatakan pada 2018 ini provinsi dan 27 kabupaten/kota di Jawa Barat mendapat DBHCHT Rp355 miliar.
"Dan untuk provinsi sendiri mendapat Rp103 miliar sisanya dibagikan bervariasi ke kabupaten/kota," ujarnya.
Menurut Dadang, angka yang signifikan ini diakui Dadang tak boleh lagi menjadi Silpa mengingat kini pihaknya bersama daerah sepakat menyelaraskan sasaran penggunaan dana.
"Kemarin jadi SILPA karena kehati-hatian pemanfaatan, takut salah. Walaupun peruntukan dana ini jelas untuk pemberantasan cukai ilegal, jaminan kesehatan masyarakat dan petani tembakau dia menilai tetap perlu adanya kejelasan dari pusat," kata dia.
Dadang menuturkan dari hasil rakor pada 2018 ini Bapenda Jabar akan melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan DBHCHT di kabupaten/kota.
"Pemprov Jawa Barat sebagai wakil pemerintah pusat, kita koordinir agar jangan sampai salah penggunaan, kita berharap tahun ini DBHCHT tidak jadi SILPA," ujarnya.
Ia menambahkan Bapenda Jawa Barat mencatat 3 daerah di Jabar masih menjadi penerima DBHCHT terbesar yakni Karawang, Sumedang dan Garut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018
"Terkait penggunaan dana bagi cukai hasil tembakau tahun ini kita dorong ke tiga program sasaran dan diusahakan tidak menjadi silpa (sisa lebih penggunaan anggaran)," kata Iwa Karniwa usai Rakor Pengelolaan DBHCHT di Gedung Bapenda Jawa Barat, Kota Bandung, Kamis.
Menurut dia penggunaan DBHCT oleh provinsi dan kabupaten/kota yang berasal dari pajak rokok tidak boleh keluar dari kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah.
"Jadi dana ini harus berpihak pada tiga hal utama, petani tembakau, penertiban cukai ilegal dan mengurangi dampak negatif dari industri tembakau," kata Iwa.
Dia menuturkan pada tahun 2018 ini penggunaan dana tersebut bisa lebih maksimal mengingat sudah ada perubahan regulasi dan kebijakan DBHCHT.
"Selama ini penggunaannya termasuk provinsi dan kabupaten/kota beberapa tahun ini malah menjadi Silpa," ujarnya.
Iwa mengatakan mayoritas dana menjadi silpa dikarenakan adanya regulasi Pusat yang kurang jelas dimana provinsi dan kabupaten/kota khawatir sasaran dana tersebut keliru.
"Memang ada beberapa kejadian, dana yang dialokasikan ternyata diperiksa (BPK). Akhirnya daripada digunakan tapi salah, lebih baik jadi SILPA," kata dia.
Oleh karena itu, kata Iwa, Pemprov Jawa Barat menargetkan mulai 2018 ini DBHCHT tidak lagi menjadi SILPA dengan menerapkan pembentukan struktur organisasi di provinsi sampai daerah agar bisa saling mensinergikan penggunaan dana tersebut.
Lebih lanjut ia mengatakan setelah struktur yang diketuai masing-masing Sekda terbentuk dilanjutkan dengan perlu adanya sosialisasi peraturan Kementerian Keuangan yang baru terkait hal ini.
"Saat ini kami tidak ingin lagi menjadi SILPA, karena itu rakor ini juga menjadi ajang optimalisasi penggunaan dana di masing-masing kabupaten/kota sesuai potensi yang ada. Kebetulan 15 Sekda hadir disini," kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat Dadang Suharto mengatakan pada 2018 ini provinsi dan 27 kabupaten/kota di Jawa Barat mendapat DBHCHT Rp355 miliar.
"Dan untuk provinsi sendiri mendapat Rp103 miliar sisanya dibagikan bervariasi ke kabupaten/kota," ujarnya.
Menurut Dadang, angka yang signifikan ini diakui Dadang tak boleh lagi menjadi Silpa mengingat kini pihaknya bersama daerah sepakat menyelaraskan sasaran penggunaan dana.
"Kemarin jadi SILPA karena kehati-hatian pemanfaatan, takut salah. Walaupun peruntukan dana ini jelas untuk pemberantasan cukai ilegal, jaminan kesehatan masyarakat dan petani tembakau dia menilai tetap perlu adanya kejelasan dari pusat," kata dia.
Dadang menuturkan dari hasil rakor pada 2018 ini Bapenda Jabar akan melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan DBHCHT di kabupaten/kota.
"Pemprov Jawa Barat sebagai wakil pemerintah pusat, kita koordinir agar jangan sampai salah penggunaan, kita berharap tahun ini DBHCHT tidak jadi SILPA," ujarnya.
Ia menambahkan Bapenda Jawa Barat mencatat 3 daerah di Jabar masih menjadi penerima DBHCHT terbesar yakni Karawang, Sumedang dan Garut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2018