Alun-alun Kecamatan Lemahabang di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berubah menjadi pusat perayaan inklusivitas pada awal Desember 2024. Orang-orang berkumpul di sana untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional.
Di tengah udara yang sejuk, tenda-tenda pameran UMKM berjejer rapi. Beberapa orang mengamati produk-produk hasil karya kelompok difabel, mulai dari anyaman bambu, tas rajut, hingga olahan makanan khas Cirebon.
Pada sudut lain, mural besar tengah digarap bersama oleh relawan, siswa sekolah, dan komunitas difabel.
Lukisan mural bertuliskan “Tidak Ada Manusia Cacat, yang Ada Manusia Malas” seolah menggambarkan semangat kelompok difabel di Cirebon yang menggaungkan semangat kesetaraan dan mendobrak keterbatasan.
Goresan cat berwarna cerah pun tersemat pada beberapa tembok, yang menggambarkan tangan-tangan saling menggenggam dan menunjukkan simbol persatuan.
Di tengah keramaian itu, seorang lelaki bernama Alif Irawan memperhatikan beberapa mural yang sudah terbentuk. Pemuda ini terlihat canggung, meski senyum tak lepas dari wajahnya.
Dia hadir dalam acara tersebut sebagai tamu spesial. Sebab pemuda itu baru saja mendapatkan kesempatan untuk menjadi peserta magang di salah satu pabrik wiring harness (kabel kendaraan).
Sebagai seorang tuli, Alif awalnya ragu. Mampukah ia bekerja di pabrik yang memproduksi kabel kendaraan?
Namun, berkat pelatihan khusus dan dukungan fasilitas ramah difabel, pemuda asal Cirebon itu sudah memantapkan semangatnya untuk terjun ke sektor industri.
“Aku tuli, tetapi kemampuan aku sama dengan yang lain. Dengan bekerja di sini, aku merasa dihargai,” ujarnya menggunakan bahasa isyarat.
Bagi Alif, kesempatan magang ini adalah pintu awal untuk meraih mimpi-mimpinya, serta membahagiakan keluarganya.
Selain itu, menurut dia, belajar langsung dengan bekerja di pabrik bisa menjadi ajang atau bentuk pengakuan bahwa ia mampu setara.
Alif tidak sendiri, rekannya yang bernama Sri Rahayu pun mendapatkan kesempatan sama untuk magang di pabrik tersebut.
Sri Rahayu mengaku lingkungan kerja yang inklusif membuat proses adaptasinya di pabrik itu menjadi lebih mudah. Bahkan, para pekerja di lingkungan tersebut mau belajar bahasa isyarat sehingga membantunya untuk berkomunikasi.
Dengan semangat yang tinggi, kini Sri ingin membuktikan bahwa dirinya mampu bekerja setara dengan karyawan lainnya, karena keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk melangkah maju demi masa depan lebih baik.
Langkah inklusif dari industri
Kisah Alif dan Sri adalah bagian dari upaya dari perusahaan di Cirebon itu untuk memberikan kesempatan kerja bagi difabel.
Menurut Advisor PT Dharma Electrindo Manufacturing Dedi Setiadi, melibatkan difabel di industri manufaktur bukanlah perkara mudah. Namun, hasil yang mereka tunjukkan membuktikan bahwa peluang ini layak diberikan.
“Saat seleksi, hasilnya sangat signifikan. Mereka bisa menjawab 16 dari 20 pertanyaan yang kami berikan, di atas rata-rata,” katanya.
Dedi menjelaskan proses rekrutmen hingga pelatihan, termasuk menjaring peserta magang, dilakukan secara khusus untuk memastikan pekerja difabel mampu bekerja sesuai standar perusahaan.
Pihaknya pun sedang mengkaji ulang untuk mekanisme rekrutmen, agar kelompok difabel dapat bekerja sesuai keahliannya.
Perusahaannya, kata dia, sudah berkomitmen menjaring pekerja difabel sebagai upaya mewujudkan kesetaraan di sektor industri.
“Kami merekrut satu persen dari total karyawan untuk difabel. Untuk program magang ini untuk semua sektor, khususnya produksi. Namun tidak menutup kemungkinan kami buka untuk staf,” ujarnya.
Penyerapan difabel
Di Cirebon, jumlah difabel yang bekerja meningkat signifikan dalam dua tahun terakhir. Data Forum Komunikasi Difabel Cirebon (FKDC) menunjukkan, sebanyak 293 difabel telah terserap di dunia kerja pada 2024, dibandingkan hanya 93 orang pada 2023.
Peningkatan ini didorong oleh regulasi yang menjamin hak difabel serta kolaborasi aktif antara komunitas, pemerintah daerah, dan pelaku industri.
Ketua FKDC Abdul Mujib menuturkan difabel fisik hingga tuli telah ditempatkan di berbagai sektor, termasuk minimarket, industri sepatu, alas kaki, hingga tekstil.
Peran mereka tersebar di berbagai posisi, mulai dari administrasi, kasir, hingga bagian produksi.
Kolaborasi yang dilakukan FKDC dengan pemerintah daerah telah memainkan peran penting. Sebagai contoh, pihaknya telah melaksanakan pelatihan berbasis gender, equity, disability, and social inclusion (GEDSI) sejak awal 2024. Kegiatan tersebut mempertemukan lebih dari 50 perusahaan dengan komunitas difabel.
Melalui pelatihan tersebut, perusahaan mulai dikenalkan pada potensi tenaga kerja difabel. Pemahaman mengenai spesifikasi kemampuan difabel terus ditingkatkan, sehingga keraguan untuk merekrut difabel dapat diminimalkan.
Pada sisi lain, lanjut Abdul, pelatihan ini juga membantu meningkatkan kepercayaan diri difabel untuk bersaing di dunia kerja.
Kehadiran payung hukum berupa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas semakin mempertegas hak difabel untuk mendapatkan pekerjaan.
Regulasi ini mengharuskan perusahaan memberikan peluang yang setara, sekaligus menjadi dasar dalam menciptakan lingkungan kerja inklusif.
FKDC meyakini kelompok difabel di Cirebon sebenarnya mampu bekerja, hanya saja mereka kerap menghadapi kendala mental seperti rasa minder atau kurang percaya diri.
Selain itu, perusahaan juga sering bingung memulai karena minim pemahaman terkait kelompok difabel.
Berangkat dari hal tersebut muncul gagasan untukmenguatkan agar kolaborasi yang sudah terjalin terus diperkuat, sehingga akses informasi dan peluang kerja bagi difabel di Cirebon semakin terbuka.
Bagi Abdul, kontestasi Pilkada 2024 di Jawa Barat menjadi momentum penting untuk menyuarakan hak-hak difabel, supaya lebih didengar dan diperhatikan oleh para calon kepala daerah.
Ia bersama FKDC menginginkan agar pemimpin yang terpilih pada Pilkada 2024 bisa mengakomodir hak-hak dari kelompok difabel. Khususnya membuka peluang pada dunia kerja.
Dia meyakini bila isu-isu terkait difabel terus disuarakan, maka kebijakan yang ramah disabilitas bisa direalisasikan.
Program ramah difabel di Cirebon
Di tingkat pemerintah daerah, sejumlah program telah digulirkan untuk membantu kelompok difabel agar terserap di dunia kerja.
Di Cirebon, Dinas Ketenagakerjaan ) setempat saat ini terus mengoptimalkan fungsi Unit Layanan Disabilitas (ULD) untuk meningkatkan keterlibatan kelompok difabel di dunia kerja.
Upaya ini merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang kelompok disabilitas serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang mewajibkan fasilitasi pemerintah daerah.
Kepala Disnaker Kabupaten Cirebon Novi Herdianto menyebutkan sejak program ini digulirkan, serapan tenaga kerja kelompok difabel di Kabupaten Cirebon menunjukkan peningkatan signifikan.
Ia mengatakan program ULD ini mempermudah kelompok disabilitas untuk masuk ke dunia usaha dan industri sekaligus mendukung pemberdayaan mereka.
Optimalisasi ULD dilakukan melalui berbagai kegiatan, termasuk pelatihan keterampilan, pemberdayaan, serta kerja sama dengan tujuh komunitas disabilitas di daerah itu.
Pendekatan intensif juga dilakukan kepada perusahaan swasta agar mematuhi regulasi yang mengharuskan minimal satu persen tenaga kerja berasal dari kelompok kelompok disabilitas.
“Kami juga memfasilitasi program magang bagi kelompok disabilitas di perusahaan swasta. Ini membantu mereka mendapatkan pengalaman kerja dan meningkatkan daya saing,” tuturnya.
Meski mencatat progres positif, Novi mengakui jumlah kelompok disabilitas yang terserap di dunia kerja masih jauh dari ideal. Dengan serapan tenaga kerja tahunan di Kabupaten Cirebon mencapai sekitar 40.000 orang, angka 293 disabilitas masih di bawah sekitar 400 orang.
Ia menjelaskan, sesuai Pasal 53 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, pemerintah wajib mempekerjakan paling sedikit dua persen disabilitas dari jumlah pegawai, sementara perusahaan swasta diwajibkan menyediakan minimal satu persen.
Walaupun hanya mengandalkan anggaran minim, dengan alokasi Rp24 juta per tahun, Disnaker Kabupaten Cirebon berupaya menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak untuk memastikan program ini tetap berjalan optimal.
“Meski anggaran minim, kami tidak menyerah. Kolaborasi dengan institusi dan perusahaan menjadi kunci keberhasilan program ini,” kata Novi.
Ia menambahkan program ULD menjadi salah satu upaya pemerintah daerah dalam mendorong inklusivitas tenaga kerja, serta menciptakan lingkungan kerja yang adil bagi semua.
Program inklusivitas tenaga kerja di Cirebon menunjukkan bahwa dengan dukungan yang tepat, kelompok difabel dapat memberikan kontribusi signifikan untuk sektor industri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Membuka akses kerja untuk kelompok difabel di Cirebon
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2025