Kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Desa Bandengan, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, pada April 2022 meninggalkan kenangan yang sangat berkesan bagi para nelayan dan warga di daerah itu hingga saat ini.
Mereka masih hafal betul apa yang kepala negara lakukan pada waktu itu. Kunjungan kerja yang awalnya disiapkan dengan formal seketika berubah menjadi sangat santai.
Hal itu karena Presiden Joko Widodo langsung berbincang dengan para nelayan yang berada di kapal masing-masing, bahkan presiden turut menaiki kapal untuk membagikan bingkisan, buku dan kaus kepada para nelayan serta anak-anak.
Kesempatan itu juga tidak disia-siakan oleh masyarakat yang memang sebagian besar nelayan, dengan meminta bantuan Presiden Jokowi untuk memecahkan permasalahan pendangkalan alur Sungai Selo Pengantin yang menjadi dermaga, dan juga sulitnya mendapatkan solar subsidi.
Mereka menegaskan bahwa yang diinginkan tidak macam-macam, melainkan cuma ketersediaan solar dan pengerukan atau normalisasi sungai yang menjadi dermaga para nelayan.
Nelayan memang sangat membutuhkan pengerukan sungai, karena sedimentasinya sangat tinggi, dan bahkan mereka sangat kesulitan ketika akan melaut.
Nelayan harus menunggu air pasang terlebih dahulu, agar kapal mereka dapat mengapung dan berlayar ke tengah Laut Jawa untuk mencari nafkah bagi keluarga.
Kapal yang bersandar dan memanfaatkan alur sungai di daerah itu jumlahnya lebih dari 200 kapal, dengan rerata per kapal terdapat lima nelayan.
Pengerukan alur sungai tentu sangat dibutuhkan, karena mereka setiap hari harus berangkat dan kembali melaut melalui sungai tersebut untuk menangkap ikan, rajungan dan lainnya.
Sehingga sedimentasi yang tinggi menjadi hambatan bagi para nelayan yang akan menambatkan kapal di tepi sungai yang sekaligus menjadi dermaga mereka.
Pendangkalan sungai dan muara di Pantai Utara (Pantura) Jawa, sudah menjadi permasalahan klasik, karena memang kondisi pantainya yang landai.
Permasalahan pendangkalan bukan hanya terjadi di Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, namun juga di daerah lain, termasuk di Kabupaten Indramayu, memiliki permasalahan yang sama.
Dengan kondisi seperti itu, membuat para nelayan harus menunggu air pasang terlebih dahulu ketika akan melaut maupun mendarat, sehingga butuh waktu lebih lama.
Selain dangkal, banyaknya sampah di muara juga membuat lalu lalang kapal nelayan tersendat dan bahkan harus menunggu berjam-jam ketika air laut sedang surut.
Tidak hanya di Cirebon, pendangkalan juga terjadi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, di mana 14 muara yang menjadi pelabuhan kapal nelayan kondisinya tidak jauh berbeda.
Bupati Indramayu Nina Agustina menyatakan pihaknya sudah meminta bantuan kepada Menteri Perikanan dan Kelautan, dengan menyampaikan ada 14 muara yang saat ini sudah sangat dangkal.
Pendangkalan sungai atau sedimentasi bukan hanya terjadi di muara saja, namun sepanjang aliran sungai yang berada di wilayah Cirebon, dan Indramayu juga mengalami hal sama.
Bahkan kondisi itu sering menjadi bencana bagi masyarakat sekitar, karena ketika hujan dengan intensitas tinggi, maka sungai tidak bisa menampung debit air, sehingga banjir pun tidak bisa terelakkan.
Keluhan nelayan lainnya yang juga disampaikan ke Presiden Jokowi, yaitu ketersediaan BBM jenis solar subsidi yang selama ini nelayan harus mengantre di SPBU, dan tak jarang mereka harus pulang dengan tangan hampa, karena tidak adanya pasokan solar.
Selain itu, mereka juga harus bersaing dengan truk dan kendaraan umum lainnya untuk mendapatkan perbekalan bahan bakar, sehingga terpaksa membeli dengan harga lebih mahal kepada para tengkulak agar tidak antre.
Untuk itu, mereka juga meminta dibangunkan stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), agar permasalahan itu bisa segera teratasi.
Harapan jadi kenyataan
Apa yang para nelayan sampaikan ke Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerjanya, kini perlahan menjadi kenyataan. Sungai yang dahulu dangkal kini sudah dikeruk, sehingga para nelayan tidak harus menunggu air pasang jika hendak melaut.
Bahkan setiap saat, para nelayan dapat dengan mudah menjalankan kapal mereka, karena tidak lagi menunggu air pasang.
Para nelayan bersyukur dan berterima kasih kepada pemerintah, karena apa yang disampaikan kepada Presiden Jokowi dulu, kini sudah mewujud dalam kenyataan.
Para nelayan kini sudah dapat berlalu lalang keluar masuk alur sungai menggunakan kapalnya tanpa harus menunggu momen yang pas.
Kini, kapan pun nelayan akan melaut maupun pulang dari laut, kapal sudah bisa ditambatkan dengan cepat, sehingga hasil tangkapan para nelayan pun mutunya masih baik.
Kondisi tersebut berbeda jauh dengan sebelum kunjungan kerja Presiden Joko Widodo, di mana para nelayan selalu waswas setiap kali akan melaut, terutama ketika mereka akan pulang, karena ketika sungai masih dangkal dipastikan hasil tangkapan mereka tidak bagus, sebab harus menunggu cukup lama.
Setelah pengerukan selesai dan hasilnya sudah dirasakan masyarakat nelayan, kini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung akan menata sepanjang pinggir sungai dengan ditembok, agar lumpur yang sudah diangkat tidak kembali jatuh ke sungai.
Sudah ada sosialisasi untuk pembuatan tembok penahan, agar para nelayan tidak kaget ketika ada pengerjaan.
Permintaan nelayan yang dikabulkan bukan pengerukan saja, namun permasalahan bahan bakar solar juga sudah ada titik terang, karena pembangunan SPBN sudah masuk tahap perizinan.
Sehingga membuat para nelayan di Desa Bandengan dan Citemu, kini memiliki harapan baru, karena tidak lagi harus mengantre ke SPBU yang memakan waktu lama.
Terima kasih Presiden Jokowi, demikian kata warga.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Presiden datang harapan nelayan Cirebon jadi kenyataan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022
Mereka masih hafal betul apa yang kepala negara lakukan pada waktu itu. Kunjungan kerja yang awalnya disiapkan dengan formal seketika berubah menjadi sangat santai.
Hal itu karena Presiden Joko Widodo langsung berbincang dengan para nelayan yang berada di kapal masing-masing, bahkan presiden turut menaiki kapal untuk membagikan bingkisan, buku dan kaus kepada para nelayan serta anak-anak.
Kesempatan itu juga tidak disia-siakan oleh masyarakat yang memang sebagian besar nelayan, dengan meminta bantuan Presiden Jokowi untuk memecahkan permasalahan pendangkalan alur Sungai Selo Pengantin yang menjadi dermaga, dan juga sulitnya mendapatkan solar subsidi.
Mereka menegaskan bahwa yang diinginkan tidak macam-macam, melainkan cuma ketersediaan solar dan pengerukan atau normalisasi sungai yang menjadi dermaga para nelayan.
Nelayan memang sangat membutuhkan pengerukan sungai, karena sedimentasinya sangat tinggi, dan bahkan mereka sangat kesulitan ketika akan melaut.
Nelayan harus menunggu air pasang terlebih dahulu, agar kapal mereka dapat mengapung dan berlayar ke tengah Laut Jawa untuk mencari nafkah bagi keluarga.
Kapal yang bersandar dan memanfaatkan alur sungai di daerah itu jumlahnya lebih dari 200 kapal, dengan rerata per kapal terdapat lima nelayan.
Pengerukan alur sungai tentu sangat dibutuhkan, karena mereka setiap hari harus berangkat dan kembali melaut melalui sungai tersebut untuk menangkap ikan, rajungan dan lainnya.
Sehingga sedimentasi yang tinggi menjadi hambatan bagi para nelayan yang akan menambatkan kapal di tepi sungai yang sekaligus menjadi dermaga mereka.
Pendangkalan sungai dan muara di Pantai Utara (Pantura) Jawa, sudah menjadi permasalahan klasik, karena memang kondisi pantainya yang landai.
Permasalahan pendangkalan bukan hanya terjadi di Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, namun juga di daerah lain, termasuk di Kabupaten Indramayu, memiliki permasalahan yang sama.
Dengan kondisi seperti itu, membuat para nelayan harus menunggu air pasang terlebih dahulu ketika akan melaut maupun mendarat, sehingga butuh waktu lebih lama.
Selain dangkal, banyaknya sampah di muara juga membuat lalu lalang kapal nelayan tersendat dan bahkan harus menunggu berjam-jam ketika air laut sedang surut.
Tidak hanya di Cirebon, pendangkalan juga terjadi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, di mana 14 muara yang menjadi pelabuhan kapal nelayan kondisinya tidak jauh berbeda.
Bupati Indramayu Nina Agustina menyatakan pihaknya sudah meminta bantuan kepada Menteri Perikanan dan Kelautan, dengan menyampaikan ada 14 muara yang saat ini sudah sangat dangkal.
Pendangkalan sungai atau sedimentasi bukan hanya terjadi di muara saja, namun sepanjang aliran sungai yang berada di wilayah Cirebon, dan Indramayu juga mengalami hal sama.
Bahkan kondisi itu sering menjadi bencana bagi masyarakat sekitar, karena ketika hujan dengan intensitas tinggi, maka sungai tidak bisa menampung debit air, sehingga banjir pun tidak bisa terelakkan.
Keluhan nelayan lainnya yang juga disampaikan ke Presiden Jokowi, yaitu ketersediaan BBM jenis solar subsidi yang selama ini nelayan harus mengantre di SPBU, dan tak jarang mereka harus pulang dengan tangan hampa, karena tidak adanya pasokan solar.
Selain itu, mereka juga harus bersaing dengan truk dan kendaraan umum lainnya untuk mendapatkan perbekalan bahan bakar, sehingga terpaksa membeli dengan harga lebih mahal kepada para tengkulak agar tidak antre.
Untuk itu, mereka juga meminta dibangunkan stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), agar permasalahan itu bisa segera teratasi.
Harapan jadi kenyataan
Apa yang para nelayan sampaikan ke Presiden Joko Widodo saat kunjungan kerjanya, kini perlahan menjadi kenyataan. Sungai yang dahulu dangkal kini sudah dikeruk, sehingga para nelayan tidak harus menunggu air pasang jika hendak melaut.
Bahkan setiap saat, para nelayan dapat dengan mudah menjalankan kapal mereka, karena tidak lagi menunggu air pasang.
Para nelayan bersyukur dan berterima kasih kepada pemerintah, karena apa yang disampaikan kepada Presiden Jokowi dulu, kini sudah mewujud dalam kenyataan.
Para nelayan kini sudah dapat berlalu lalang keluar masuk alur sungai menggunakan kapalnya tanpa harus menunggu momen yang pas.
Kini, kapan pun nelayan akan melaut maupun pulang dari laut, kapal sudah bisa ditambatkan dengan cepat, sehingga hasil tangkapan para nelayan pun mutunya masih baik.
Kondisi tersebut berbeda jauh dengan sebelum kunjungan kerja Presiden Joko Widodo, di mana para nelayan selalu waswas setiap kali akan melaut, terutama ketika mereka akan pulang, karena ketika sungai masih dangkal dipastikan hasil tangkapan mereka tidak bagus, sebab harus menunggu cukup lama.
Setelah pengerukan selesai dan hasilnya sudah dirasakan masyarakat nelayan, kini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung akan menata sepanjang pinggir sungai dengan ditembok, agar lumpur yang sudah diangkat tidak kembali jatuh ke sungai.
Sudah ada sosialisasi untuk pembuatan tembok penahan, agar para nelayan tidak kaget ketika ada pengerjaan.
Permintaan nelayan yang dikabulkan bukan pengerukan saja, namun permasalahan bahan bakar solar juga sudah ada titik terang, karena pembangunan SPBN sudah masuk tahap perizinan.
Sehingga membuat para nelayan di Desa Bandengan dan Citemu, kini memiliki harapan baru, karena tidak lagi harus mengantre ke SPBU yang memakan waktu lama.
Terima kasih Presiden Jokowi, demikian kata warga.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Presiden datang harapan nelayan Cirebon jadi kenyataan
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2022