Dalam kurun waktu dua bulan, September-Oktober 2021, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mulai unjuk taring dengan mencokok sejumlah koruptor dari berbagai kasus yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga puluhan miliar.
Sejumlah perkara korupsi yang diungkap itu terjadi mulai di instansi pemerintahan, instansi perusahaan milik negara, hingga melibatkan sejumlah pihak swasta dalam konstruksinya.
Salah satunya, yakni kasus korupsi di anak perusahaan PT Pos Indonesia, yakni PT Pos Finansial (Posfin). Dari kasus tersebut ada dua mantan pejabat perusahaan tersebut yang terlibat dan diduga menjadi dalangnya.
Dalam perkara PT Posfin, nominal uang yang diduga menjadi kerugian bagi negara juga bukan main-main. Kejati Jawa Barat menyatakan sejumlah kegiatan PT Posfin yang menyimpang itu diduga menyebabkan kerugian Rp52 miliar bagi negara.
Kasus PT Posfin sendiri mulai diusut oleh Kejati Jawa Barat sejak April 2021 lalu. Namun setelah beberapa bulan berlalu, kasus itu kini baru terungkap.
Di samping itu, tangan dingin Kejati Jawa Barat juga mulai mengungkap praktik korupsi yang diduga terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu.
Institusi hukum yang kini berkantor di Jalan Naripan, Kota Bandung, Jawa Barat itu mengungkap sejumlah pejabat mulai dari kepala dinas hingga kepala bidang dari Indramayu. Mereka diduga bersama-sama mencari untung atas pembangunan dan penataan ruang terbuka hijau (RTH).
Adapun Kejati Jawa Barat yang kembali mulai giat membekuk para koruptor itu belakangan diketahui karena mendapat intruksi untuk mengamankan semaksimal mungkin pengembalian kerugian negara.
Di bawah pimpinan barunya, Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana, lembaga tersebut berupaya lebih lantang untuk menjadi ancaman koruptor.
Profesional dan proporsional
Dalam penyelidikan dan penanganan perkara korupsi, Asep mengaku pihaknya justru tidak memiliki target secara kuantitatif. Karena penegakan hukum, kata dia, perlu dijalankan secara profesional dan proporsional.
Menurutnya tugas menjadi jaksa merupakan amanah dari negara maupun masyarakat, sehingga pada praktiknya, penegakan hukum harus dituntaskan seimbang secara proporsional mulai dari laporan masyarakat maupun temuan-temuan kejaksaan.
"Kami bertindak profesional dan proporsional saja, di samping pendekatan untuk mengejar pelaku, baik perorangan atau korporasi," kata Asep di Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Selain itu, profesionalitas kejaksaan menurutnya dapat diuji dan dibuktikan dalam perkara yang sedang ditangani dan efek ke depannya.
Sehingga dalam pengungkapan suatu perkara, menurutnya Kejati Jawa Barat juga tidak hanya meminta pertanggungjawaban secara perorangan, namun juga kepada lembaga maupun korporasi.
"Karena peran korporasi menjadi penting untuk memberikan efek jera bagi adanya tindakan menyimpang yang menyebabkan korupsi itu," kata dia.
Di samping itu, ia juga mengatakan pihaknya masih memiliki tugas untuk meringkus sejumlah buronan. Dia menegaskan hal tersebut juga menjadi atensi khusus guna memastikan status hukum suatu perkara.
"Kami berpesan kepada mereka bahwa tidak ada tempat yang aman dan nyaman bagi pelaku kejahatan," katanya.
Memaksimalkan pencegahan
Untuk memberantas korupsi, aparat negara harus tidak hanya bertindak setelah muncul perkara. Maka menurut Asep pencegahan praktik korupsi sangat penting untuk dipupuk sejak dini dari hulu hingga ke hilir.
Asep mengatakan Kejati Jawa Barat memiliki program penyuluhan hukum ke sejumlah sekolah, pesantren, hingga instansi pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dia memastikan hal itu dilakukan secara berkesinambungan, terkoordinasi, dan tidak bersifat parsial.
"Kami memberikan semacam penerangan edukasi bagi siswa-siswi, atau santri, dan juga kita sampaikan tentang pentingnya tata kelola perusahaan dengan baik," katanya.
Pemberian penyuluhan itu juga menurutnya tidak hanya sebatas penyampaian, namun juga dijalankan dengan asistensi untuk mewujudkan suatu pengelolaan yang baik agar tak ada celah bagi praktik korupsi sekecilpun.
"Jadi kami semacam menggabungkan seluruh aspek dalam penegakkan hukum, baik preventif, edukatif, termasuk represif seandainya upaua edukasi kami tidak diindahkan," kata Asep.
Selain itu, menurutnya fungsi intelejen juga sangat penting untuk mencegah suatu perkara korupsi. Dalam hal ini, ia juga menaruh perhatian pada pencegahan korupsi di sejumlah proyek strategis nasional yang ada di Jawa Barat.
Dia mengatakan para intelejen dari Kejati Jawa Barat cukup proaktif dalam memberi informasi terkait proyek-proyek tersebut. Dia menilai mereka cukup piawai dalam bekerja di lapangan.
"Dan kami memastikan proyek nasional itu kami dampingi untuk mengamankan, sehingga tidak ada hambatan dalam proyek itu," kata dia.
Berkaca diri
Selain membasmi praktik korupsi di luar, Kejati Jawa Barat juga berupaya berkaca diri untuk mencegah adanya celah praktik korupsi di internalnya sendiri.
Karena, kata Asep, upaya untuk memberantas korupsi yang dimaksud bukan hanya korupsi soal uang, melainkan korupsi dengan artian yang lebih luas.
Asep mengaku kini masih banyak aspek manajemen di Kejati Jawa Barat yang perlu dibenahi. Sebab pola kerja yang baik juga dapat mendukung hilangnya praktik korupsi di suatu institusi.
"Banyak yang harus kita perbaiki, banyak harus kita benahi, baik aspek personal, aspek kelembagaan, dan budaya kerja keras," kata dia.
Dia juga kini tengah memetakan sumber daya manusia untuk menyeimbangkan beban kerja di Kejaksaan Negeri (Kejari) setiap wilayah. Hal itu juga menurutnya termasuk inovasi yang kini tengah dijalankan Kejati.
"Misalnya ada Kejari lain yang banyak pegawainya, dan ada yang kekurangan, tata usaha misalnya, di daerah lain kurang, itu akan diaplikasikan," katanya.
Selain itu, ia juga kini tengah mendorong setiap kantor Kejari atau Kejati sendiri agar menjalankan dengan baik penataan barang bukti. Sehingga masyarakat yang datang ke kantor kejaksaan mendapat kenyamanan tanpa bertele-tele.
"Di Tasikmalaya, itu ada semacam one stop service, jadi ketika warga masuk kesana hanya dalam hitungan menit saja, datang langsung ambil, tidak ada biaya, kita juga siapkan konsumsi untuk mereka," katanya.
Selain itu, absensi digital bagi pegawai maupun jaksa di kejaksaan juga kini tengah diinovasikan guna memberantas korupsi waktu. Absensi digital itu, kata dia, terkoneksi dengan pusat hingga dapat dipantau secara riil.
"Jadi ini dimulai dari kita, bagaimana kita membudayakan disiplin, ini juga baik instansi pemerintah, BUMN, BUMD, dan stakeholder lainnya, bagaimana kita meningkatkan budaya itu," kata Asep.
Baca juga: Kejati Jabar bekuk buronan koruptor bantuan gempa Yogya
Baca juga: Kejati Jabar tahan dua tersangka baru kasus korupsi RTH Indramayu
Baca juga: Kejati Jabar tahan empat tersangka kasus dugaan korupsi PT Posfin
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021
Sejumlah perkara korupsi yang diungkap itu terjadi mulai di instansi pemerintahan, instansi perusahaan milik negara, hingga melibatkan sejumlah pihak swasta dalam konstruksinya.
Salah satunya, yakni kasus korupsi di anak perusahaan PT Pos Indonesia, yakni PT Pos Finansial (Posfin). Dari kasus tersebut ada dua mantan pejabat perusahaan tersebut yang terlibat dan diduga menjadi dalangnya.
Dalam perkara PT Posfin, nominal uang yang diduga menjadi kerugian bagi negara juga bukan main-main. Kejati Jawa Barat menyatakan sejumlah kegiatan PT Posfin yang menyimpang itu diduga menyebabkan kerugian Rp52 miliar bagi negara.
Kasus PT Posfin sendiri mulai diusut oleh Kejati Jawa Barat sejak April 2021 lalu. Namun setelah beberapa bulan berlalu, kasus itu kini baru terungkap.
Di samping itu, tangan dingin Kejati Jawa Barat juga mulai mengungkap praktik korupsi yang diduga terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu.
Institusi hukum yang kini berkantor di Jalan Naripan, Kota Bandung, Jawa Barat itu mengungkap sejumlah pejabat mulai dari kepala dinas hingga kepala bidang dari Indramayu. Mereka diduga bersama-sama mencari untung atas pembangunan dan penataan ruang terbuka hijau (RTH).
Adapun Kejati Jawa Barat yang kembali mulai giat membekuk para koruptor itu belakangan diketahui karena mendapat intruksi untuk mengamankan semaksimal mungkin pengembalian kerugian negara.
Di bawah pimpinan barunya, Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana, lembaga tersebut berupaya lebih lantang untuk menjadi ancaman koruptor.
Profesional dan proporsional
Dalam penyelidikan dan penanganan perkara korupsi, Asep mengaku pihaknya justru tidak memiliki target secara kuantitatif. Karena penegakan hukum, kata dia, perlu dijalankan secara profesional dan proporsional.
Menurutnya tugas menjadi jaksa merupakan amanah dari negara maupun masyarakat, sehingga pada praktiknya, penegakan hukum harus dituntaskan seimbang secara proporsional mulai dari laporan masyarakat maupun temuan-temuan kejaksaan.
"Kami bertindak profesional dan proporsional saja, di samping pendekatan untuk mengejar pelaku, baik perorangan atau korporasi," kata Asep di Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Selain itu, profesionalitas kejaksaan menurutnya dapat diuji dan dibuktikan dalam perkara yang sedang ditangani dan efek ke depannya.
Sehingga dalam pengungkapan suatu perkara, menurutnya Kejati Jawa Barat juga tidak hanya meminta pertanggungjawaban secara perorangan, namun juga kepada lembaga maupun korporasi.
"Karena peran korporasi menjadi penting untuk memberikan efek jera bagi adanya tindakan menyimpang yang menyebabkan korupsi itu," kata dia.
Di samping itu, ia juga mengatakan pihaknya masih memiliki tugas untuk meringkus sejumlah buronan. Dia menegaskan hal tersebut juga menjadi atensi khusus guna memastikan status hukum suatu perkara.
"Kami berpesan kepada mereka bahwa tidak ada tempat yang aman dan nyaman bagi pelaku kejahatan," katanya.
Memaksimalkan pencegahan
Untuk memberantas korupsi, aparat negara harus tidak hanya bertindak setelah muncul perkara. Maka menurut Asep pencegahan praktik korupsi sangat penting untuk dipupuk sejak dini dari hulu hingga ke hilir.
Asep mengatakan Kejati Jawa Barat memiliki program penyuluhan hukum ke sejumlah sekolah, pesantren, hingga instansi pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dia memastikan hal itu dilakukan secara berkesinambungan, terkoordinasi, dan tidak bersifat parsial.
"Kami memberikan semacam penerangan edukasi bagi siswa-siswi, atau santri, dan juga kita sampaikan tentang pentingnya tata kelola perusahaan dengan baik," katanya.
Pemberian penyuluhan itu juga menurutnya tidak hanya sebatas penyampaian, namun juga dijalankan dengan asistensi untuk mewujudkan suatu pengelolaan yang baik agar tak ada celah bagi praktik korupsi sekecilpun.
"Jadi kami semacam menggabungkan seluruh aspek dalam penegakkan hukum, baik preventif, edukatif, termasuk represif seandainya upaua edukasi kami tidak diindahkan," kata Asep.
Selain itu, menurutnya fungsi intelejen juga sangat penting untuk mencegah suatu perkara korupsi. Dalam hal ini, ia juga menaruh perhatian pada pencegahan korupsi di sejumlah proyek strategis nasional yang ada di Jawa Barat.
Dia mengatakan para intelejen dari Kejati Jawa Barat cukup proaktif dalam memberi informasi terkait proyek-proyek tersebut. Dia menilai mereka cukup piawai dalam bekerja di lapangan.
"Dan kami memastikan proyek nasional itu kami dampingi untuk mengamankan, sehingga tidak ada hambatan dalam proyek itu," kata dia.
Berkaca diri
Selain membasmi praktik korupsi di luar, Kejati Jawa Barat juga berupaya berkaca diri untuk mencegah adanya celah praktik korupsi di internalnya sendiri.
Karena, kata Asep, upaya untuk memberantas korupsi yang dimaksud bukan hanya korupsi soal uang, melainkan korupsi dengan artian yang lebih luas.
Asep mengaku kini masih banyak aspek manajemen di Kejati Jawa Barat yang perlu dibenahi. Sebab pola kerja yang baik juga dapat mendukung hilangnya praktik korupsi di suatu institusi.
"Banyak yang harus kita perbaiki, banyak harus kita benahi, baik aspek personal, aspek kelembagaan, dan budaya kerja keras," kata dia.
Dia juga kini tengah memetakan sumber daya manusia untuk menyeimbangkan beban kerja di Kejaksaan Negeri (Kejari) setiap wilayah. Hal itu juga menurutnya termasuk inovasi yang kini tengah dijalankan Kejati.
"Misalnya ada Kejari lain yang banyak pegawainya, dan ada yang kekurangan, tata usaha misalnya, di daerah lain kurang, itu akan diaplikasikan," katanya.
Selain itu, ia juga kini tengah mendorong setiap kantor Kejari atau Kejati sendiri agar menjalankan dengan baik penataan barang bukti. Sehingga masyarakat yang datang ke kantor kejaksaan mendapat kenyamanan tanpa bertele-tele.
"Di Tasikmalaya, itu ada semacam one stop service, jadi ketika warga masuk kesana hanya dalam hitungan menit saja, datang langsung ambil, tidak ada biaya, kita juga siapkan konsumsi untuk mereka," katanya.
Selain itu, absensi digital bagi pegawai maupun jaksa di kejaksaan juga kini tengah diinovasikan guna memberantas korupsi waktu. Absensi digital itu, kata dia, terkoneksi dengan pusat hingga dapat dipantau secara riil.
"Jadi ini dimulai dari kita, bagaimana kita membudayakan disiplin, ini juga baik instansi pemerintah, BUMN, BUMD, dan stakeholder lainnya, bagaimana kita meningkatkan budaya itu," kata Asep.
Baca juga: Kejati Jabar bekuk buronan koruptor bantuan gempa Yogya
Baca juga: Kejati Jabar tahan dua tersangka baru kasus korupsi RTH Indramayu
Baca juga: Kejati Jabar tahan empat tersangka kasus dugaan korupsi PT Posfin
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2021