Pemerintah Kabupaten Bogor Jawa Barat akan memanfaatkan Balai Diklat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang berlokasi di Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor, menjadi rumah sakit (RS) darurat khusus pasien virus corona baru (COVID-19).
"Akan kita jadikan rumah sakit darurat. Ketika banyak pasien yang masuk ke rumah sakit, karena rumah sakit sekarang sudah penuh," ujar Bupati Bogor Ade Yasin saat meninjau lokasi, Kamis (26/3).
Menurutnya, infrastruktur bangunan tersebut sudah layak lantaran tersedia 168 kasur di 44 kamar yang biasa digunakan bermalam oleh pegawai Kemendagri saat melakukan pendidikan.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyebutkan, rumah sakit darurat ini nantinya bisa digunakan oleh mereka yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19.
Pasalnya, empat rumah sakit umum daerah (RSUD) dan Rumah Sakit Paru Goemawan (RSPG) yang difungsikan dalam menangani COVID-19, kerap kali overload alias penuh.
Meski begitu, menurutnya Pemkab Bogor memiliki PR (pekerjaan rumah) berupa sumber daya manusia (SDM) tenaga medis untuk ditempatkan di RS darurat. Ia berniat membuka lowongan bagi para relawan untuk membantu penanganannya.
"Kemungkinan dokter untuk kontrol cukup satu atau dua, tapi perawat kapasitas untuk 44 kamar butuh sekitar empat kali lipat atau lima kali lipatnya, mungkin 10 sampai 15 orang," kata Ade Yasin.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, Mike Kaltarina di tempat yang sama mengatakan bahwa setelah peninjauan, Pemkab Bogor akan membuat Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan mengenai pembuatan rumah sakit darurat.
"Kalau layak lalu bagaimana alurnya, lalu bagaimana fungsinya masing-masing ruangan. Misalkan satu ruangan ini bisa masuk 10 tempat tidur, nah kemudian butuh alatnya apa aja," kata Mike.
Menurutnya, hasil dari peninjauan ke Balai Diklat Kemendagri menyatakan bahwa bangunan tersebut cukup representatif untuk dijadikan rumah sakit darurat COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020
"Akan kita jadikan rumah sakit darurat. Ketika banyak pasien yang masuk ke rumah sakit, karena rumah sakit sekarang sudah penuh," ujar Bupati Bogor Ade Yasin saat meninjau lokasi, Kamis (26/3).
Menurutnya, infrastruktur bangunan tersebut sudah layak lantaran tersedia 168 kasur di 44 kamar yang biasa digunakan bermalam oleh pegawai Kemendagri saat melakukan pendidikan.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyebutkan, rumah sakit darurat ini nantinya bisa digunakan oleh mereka yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19.
Pasalnya, empat rumah sakit umum daerah (RSUD) dan Rumah Sakit Paru Goemawan (RSPG) yang difungsikan dalam menangani COVID-19, kerap kali overload alias penuh.
Meski begitu, menurutnya Pemkab Bogor memiliki PR (pekerjaan rumah) berupa sumber daya manusia (SDM) tenaga medis untuk ditempatkan di RS darurat. Ia berniat membuka lowongan bagi para relawan untuk membantu penanganannya.
"Kemungkinan dokter untuk kontrol cukup satu atau dua, tapi perawat kapasitas untuk 44 kamar butuh sekitar empat kali lipat atau lima kali lipatnya, mungkin 10 sampai 15 orang," kata Ade Yasin.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, Mike Kaltarina di tempat yang sama mengatakan bahwa setelah peninjauan, Pemkab Bogor akan membuat Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan mengenai pembuatan rumah sakit darurat.
"Kalau layak lalu bagaimana alurnya, lalu bagaimana fungsinya masing-masing ruangan. Misalkan satu ruangan ini bisa masuk 10 tempat tidur, nah kemudian butuh alatnya apa aja," kata Mike.
Menurutnya, hasil dari peninjauan ke Balai Diklat Kemendagri menyatakan bahwa bangunan tersebut cukup representatif untuk dijadikan rumah sakit darurat COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2020