Presiden Joko Widodo menyebutkan pemerintah sudah mengeluarkan Rp115 triliun untuk membantu peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga 2018.
"Perlu juga saya sampaikan hingga 2018 pemerintah sudah mengeluarkan dana kurang lebih Rp115 triliun, belum lagi iuran yang disubsidi pemerintah daerah ada 37 juta (jiwa) dan anggota TNI/Polri 17 juta (jiwa), artinya yang sudah disubsidi pemerintah sekitar 150 juta jiwa," kata dia, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis.
Ia menyampaikan itu saat memimpin rapat terbatas dengan agenda Program Kesehatan Nasional yang dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Maju. "Ini angka yang sangat besar, saya minta manajemen tata kelola di BPJS terus dibenahi dan diperbaiki," kata dia.
Berdasarkan laporan terakhir yang ia terima, dia mengatakan, jumlah anggota Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat sudah mencapai 222 juta dari tadinya 133 juta pada 2014.
"Dari jumlah keseluruhan itu, 96 juta adalah masyarakat yang tidak mampu yang digratiskan pemerintah, yang iurannya dibantu," tambah Presiden.
Ia pun meminta agar orientasi kerja di bidang kesehatan bukan lagi hanya mengobati yang sakit tapi menekankan pada pencegahan dan promotif.
"Karena itu saya minta Menteri Kesehatan untuk melakukan langkah-langkah pembaharuan yang inovatif dan mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat. Ini harus menjadi gerakan yang melibatkan semua pihak baik di sekolah maupun masyarakat pada umumnya," kata dia.
Ia juga meminta agar Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengenai pembagian wilayah institusi yang menangani kesehatan.
"Menurut saya, urusan BPJS adalah urusan kesehatan individu, kemudian BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) urusan kesehatan keluarga, kemudian Kementerian Kesehatan untuk kesehatan masyarakat tapi kemudian semua dikoordinir Kementerian Kesehatan, sehingga jelas kalau ada hal-hal berkaitan dengan masalah di lapangan siapa yang menjadi penanggung jawab, bukan lempar sana lempar sini," kata dia.
Jokowi juga meminta agar keruwetan regulasi yang menjadi kendala di industri farmasi dan alat-alat kesehatan dipangkas.
"Harus dipangkas sebanyak-banyaknya, disederhanakan sehingga industri farmasi bisa tumbuh dan masyarakat dapat membeli obat dengan harga yang lebih murah. Laporan yang saya terima, 95 persen bahan baku obat masih tergantung impor, ini sudah tidak boleh lagi dibiarkan berlama-lama," kata dia.
Ia memerintahkan agar skema insentif bagi penelitian-penelitian diperbesar.
"Riset-riset yang menghasilkan temuan obat kesehatan terbaru dengan harga kompetitif yang mengganti produk-produk impor, tolong ini digarisbawahi dan selanjutnya hasil riset disambungkan dengan industri penghasil alat kesehatan di dalam negeri," kata dia.
Baca juga: Warga Bandung diimbau bisa menata keuangannya untuk penuhi iuran BPJS Kesehatan
Baca juga: Selama sepekan 2.500 peserta BPJS di Bandung pilih turun kelas
Baca juga: Diskriminasi pelayanan RS dan dokter telat dikeluhkan banyak pasien BPJS
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Perlu juga saya sampaikan hingga 2018 pemerintah sudah mengeluarkan dana kurang lebih Rp115 triliun, belum lagi iuran yang disubsidi pemerintah daerah ada 37 juta (jiwa) dan anggota TNI/Polri 17 juta (jiwa), artinya yang sudah disubsidi pemerintah sekitar 150 juta jiwa," kata dia, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis.
Ia menyampaikan itu saat memimpin rapat terbatas dengan agenda Program Kesehatan Nasional yang dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Maju. "Ini angka yang sangat besar, saya minta manajemen tata kelola di BPJS terus dibenahi dan diperbaiki," kata dia.
Berdasarkan laporan terakhir yang ia terima, dia mengatakan, jumlah anggota Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat sudah mencapai 222 juta dari tadinya 133 juta pada 2014.
"Dari jumlah keseluruhan itu, 96 juta adalah masyarakat yang tidak mampu yang digratiskan pemerintah, yang iurannya dibantu," tambah Presiden.
Ia pun meminta agar orientasi kerja di bidang kesehatan bukan lagi hanya mengobati yang sakit tapi menekankan pada pencegahan dan promotif.
"Karena itu saya minta Menteri Kesehatan untuk melakukan langkah-langkah pembaharuan yang inovatif dan mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat. Ini harus menjadi gerakan yang melibatkan semua pihak baik di sekolah maupun masyarakat pada umumnya," kata dia.
Ia juga meminta agar Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengenai pembagian wilayah institusi yang menangani kesehatan.
"Menurut saya, urusan BPJS adalah urusan kesehatan individu, kemudian BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) urusan kesehatan keluarga, kemudian Kementerian Kesehatan untuk kesehatan masyarakat tapi kemudian semua dikoordinir Kementerian Kesehatan, sehingga jelas kalau ada hal-hal berkaitan dengan masalah di lapangan siapa yang menjadi penanggung jawab, bukan lempar sana lempar sini," kata dia.
Jokowi juga meminta agar keruwetan regulasi yang menjadi kendala di industri farmasi dan alat-alat kesehatan dipangkas.
"Harus dipangkas sebanyak-banyaknya, disederhanakan sehingga industri farmasi bisa tumbuh dan masyarakat dapat membeli obat dengan harga yang lebih murah. Laporan yang saya terima, 95 persen bahan baku obat masih tergantung impor, ini sudah tidak boleh lagi dibiarkan berlama-lama," kata dia.
Ia memerintahkan agar skema insentif bagi penelitian-penelitian diperbesar.
"Riset-riset yang menghasilkan temuan obat kesehatan terbaru dengan harga kompetitif yang mengganti produk-produk impor, tolong ini digarisbawahi dan selanjutnya hasil riset disambungkan dengan industri penghasil alat kesehatan di dalam negeri," kata dia.
Baca juga: Warga Bandung diimbau bisa menata keuangannya untuk penuhi iuran BPJS Kesehatan
Baca juga: Selama sepekan 2.500 peserta BPJS di Bandung pilih turun kelas
Baca juga: Diskriminasi pelayanan RS dan dokter telat dikeluhkan banyak pasien BPJS
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019