Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat menyebut tiga daerah yang masuk kategori rawan pelanggaran pada Pilkada Serentak 2020, yakni Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Pangandaran.
"Kalau dilihat dari potret Pilkada 2015, dari delapan kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada 2020, yang paling tinggi tingkat pelanggarannya adalah di Indramayu," kata Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Provinsi Jawa Barat Lolly Suhenty di Bandung, Rabu.
Menurut dia, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengantispasi terjadi pelanggaran pilkada serentak tahun depan dengan sistem yang dibuat oleh Bawaslu RI, yaitu penyusunan indeks potensi pelanggaran.
"Jadi, penyusunan indeks potensi pelanggaran ini bermafaat untuk penyusunan strategi pengawasan serta dalam penindakan pelanggaran pemilu," katanya.
Jika Kabupaten Indramayu masuk dalam daerah paling rawan terjadi pelanggaran pilkada, kata Lolly, Kota Depok adalah daerah yang tercatat paling minim pelanggaran pilkada.
"Yang indeksnya bagus itu Kota Depok, dia bagus berkaitan dengan netralitas ASN maupun praktik politik uang," kata Lolly.
Menurut dia, Pilkada Serentak 2015 akan menjadi acuan bagi Bawaslu Provinsi Jawa Barat dalam memperketat pengawasan pemilu serta penyusunan strategi antsipasi pelanggaran pemilu.
"Terlebih lagi untuk daerah yang terdapat petahan sebagai bakal calon kepala daerah, pelanggaran curi start kampaye, dan netralitas ASN besar kemungkinan terjadi," katanya lagi.
Oleh karena itu, dia berharap keberadaan indeks pontesi pelanggaran pemilu bisa menekan angka pelanggaran di delapan kabupaten/kota Jawa Barat yang menyelenggara Pilkada Serentak 2020.
"Dengan strategi pengawasan yang disesuaikan dengan indeks pelanggaran pemilu ini, mampu melahirkan pemilu yang demokratis," kata Lolly.
Sebelumnya, Bawaslu Provinsi Jabar mengawasi adanya potensi politisasi dalam birokrasi terkait dengan Pilkada Serentak Tahun 2020 di delapan kabupaten/kota se-Jabar.
"Kami akan memberi perhatian besar terhadap potensi adanya politisasi program pemerintah sebagai modal kampanye, khususnya bagi calon kepala daerah yang akan kembali berkontestasi di Pilkada Serentak 2020," kata Ketua Bawaslu Provinsi Jabar Abdullah Dahlan, beberapa waktu lalu.
Ditemui seusai membuka acara Forum Evaluasi Pengawasan Pilkada Serentak 2019, dia mengatakan bahwa Bawaslu Provinsi Jabar juga mengawasi aspek pejabat daerah yang maju atau calon petahana karena mereka punya akses untuk menggunakan APBD.
"Jangan sampai birokrasi dipakai mesin pemenangan, lalu program pemerintah atau dana APBD jangan sampai jadi sumber logistik pemenang bagi calon petahana. Hal itu dilarang oleh undang-undang," katanya menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019
"Kalau dilihat dari potret Pilkada 2015, dari delapan kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada 2020, yang paling tinggi tingkat pelanggarannya adalah di Indramayu," kata Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Provinsi Jawa Barat Lolly Suhenty di Bandung, Rabu.
Menurut dia, pihaknya telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengantispasi terjadi pelanggaran pilkada serentak tahun depan dengan sistem yang dibuat oleh Bawaslu RI, yaitu penyusunan indeks potensi pelanggaran.
"Jadi, penyusunan indeks potensi pelanggaran ini bermafaat untuk penyusunan strategi pengawasan serta dalam penindakan pelanggaran pemilu," katanya.
Jika Kabupaten Indramayu masuk dalam daerah paling rawan terjadi pelanggaran pilkada, kata Lolly, Kota Depok adalah daerah yang tercatat paling minim pelanggaran pilkada.
"Yang indeksnya bagus itu Kota Depok, dia bagus berkaitan dengan netralitas ASN maupun praktik politik uang," kata Lolly.
Menurut dia, Pilkada Serentak 2015 akan menjadi acuan bagi Bawaslu Provinsi Jawa Barat dalam memperketat pengawasan pemilu serta penyusunan strategi antsipasi pelanggaran pemilu.
"Terlebih lagi untuk daerah yang terdapat petahan sebagai bakal calon kepala daerah, pelanggaran curi start kampaye, dan netralitas ASN besar kemungkinan terjadi," katanya lagi.
Oleh karena itu, dia berharap keberadaan indeks pontesi pelanggaran pemilu bisa menekan angka pelanggaran di delapan kabupaten/kota Jawa Barat yang menyelenggara Pilkada Serentak 2020.
"Dengan strategi pengawasan yang disesuaikan dengan indeks pelanggaran pemilu ini, mampu melahirkan pemilu yang demokratis," kata Lolly.
Sebelumnya, Bawaslu Provinsi Jabar mengawasi adanya potensi politisasi dalam birokrasi terkait dengan Pilkada Serentak Tahun 2020 di delapan kabupaten/kota se-Jabar.
"Kami akan memberi perhatian besar terhadap potensi adanya politisasi program pemerintah sebagai modal kampanye, khususnya bagi calon kepala daerah yang akan kembali berkontestasi di Pilkada Serentak 2020," kata Ketua Bawaslu Provinsi Jabar Abdullah Dahlan, beberapa waktu lalu.
Ditemui seusai membuka acara Forum Evaluasi Pengawasan Pilkada Serentak 2019, dia mengatakan bahwa Bawaslu Provinsi Jabar juga mengawasi aspek pejabat daerah yang maju atau calon petahana karena mereka punya akses untuk menggunakan APBD.
"Jangan sampai birokrasi dipakai mesin pemenangan, lalu program pemerintah atau dana APBD jangan sampai jadi sumber logistik pemenang bagi calon petahana. Hal itu dilarang oleh undang-undang," katanya menegaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Barat 2019