Bandung (ANTARA) - Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bandung meminta Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, membatalkan Program Car Pooling Grab to Work" yang diujicobakan oleh dinas perhubungan beberapa waktu lalu untuk dibatalkan.
"Kami meminta agar Wali Kota Bandung, Pak Oded untuk membatalkan kebijakan Car Pooling Grab to Work yang sudah diujicobakan oleh Dishub Kota Bandung dibatalkan," kata Wakil Ketua III DPC Organda Kota Bandung Udin Hidayat, di Kota Bandung, Kamis.
Pada 11 Maret 2019, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung melakukan uji coba program angkutan bersama atau Car Pooling Grab to Work terhadap ASN.
Melalui program ini para pegawai wajib menggunakan Grab menuju kantor yang berada di kawasan Gedebage, Kota Bandung.
Menurut dia, Dinas Perhubungan Kota Bandung, sama sekali tidak pernah melakukan sosialisasi kepada kami tentang program tersebut.
Organda Kota Bandung hari ini sudah mengirimkan surat usulan agar Pemkot Bandung membatalkan Program Car Pooling Grab to Work" tersebut ke Wali kota Bandung, Oded M Danial.
Dia mengatakan berdasarkan surat keputusan Menteri Telekomunikasi dan Pariwisata nomor: L.25/1/18/1963 tanggal 17 Juni 1963, organda di tunjuk sebagai organisasi tunggal dalam bidang angkutan bermotor di jalan raya, yang merupakan satu-satunya organisasi mitra pemerintah dengan dasar kedudukan yang sama, sesuai dengan Anggaran Dasar Organda Bab V pasal 12 ayat 1.
"Namun dalam memutuskan program tersebut, Dinas Perhubungan Kota Bandung, tidak pernah mengajak dan atau melibatkan kami untuk bertukar pikiran/musyawarah," kata dia.
Pihaknya merasakan diperlakukan tidak adil atas program ini dan Dinas Perhubungan kota Bandung cenderung berpihak kepada salah satu perusahaan transportasi online, yang keberadaannya belum memiliki payung hukum yang jelas dan masih dalam proses sosialisasi.
Seharusnya, kata Udin, Dinas Perhubungan Kota Bandung dapat melibatkan seluruh stakeholder transportasi yang ada di Kota Bandung, dalam merencanakan program yang berhubungan dengan transportasi dan lebih pro terhadap perusahaan transportasi lokal yang keberadaannya sekarang diujung tanduk.
"Kenapa harus menunjuk Grab dalam program ini, kenapa tidak menggandeng kami yang secara hukum jelas dasar hukumnya. Kenapa tidak menggandeng angkutan kota, Damri atau taksi," kata dia.
Dia menuturkan sesuai dengan data dan fakta di lapangan pada saat program tersebut di ujicobakan, terindikasi beberapa kendaraan yang belum berbadan hukum.
"Hal ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 139 ayat 4 dan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan," kata dia.
Dia mengatakan program tersebut telah menimbulkan keresahan pada pelaku transportasi sehingga berpotensi konflik serta dapat memicu ke arah situasi dan kondisi yang tidak kondusif di masyarakat karena bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.