Bandung (Antaranews Jabar) - Momentum rapat umum pemegang saham luar biasa Bank BJB yang digelar pada 11 Desember 2018 di Hotel Aryaduta Bandung, memberikan situasi emosional bagi seorang Ahmad Irfan.
Sosok Ahmad Irfan, diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat & Banten, Tbk oleh Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil melalui RUPS Luar Biasa bank tersebut.
Irfan yang mengenakan setelan jas berwarna hitam bahkan sempat terisak dan berkaca-kaca matanya saat sesi wawancara dengan para awak media usai menghadiri RUPS Luar Biasa tersebut.
Dia mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf karena selama empat tahun terakhir berkarya di Bank BJB yang dipimpinnya tumbuh dengan pesat sehingga mengaku lega dan bersyukur karena bisa melepas Bank BJB dengan kondisi yang baik. "Kami titip, teruskan kinerja positif BJB dan ini hal yang biasa," kata Irfan.
Pemberhentian Ahmad Irfan sebagai Dirut Bank BJB tersebut cukup mengejutkan, terlebih kinerja Bank BJB di bawah kepemimpinan Ahmad Irfan bisa dikatakan mentereng.
Namun di balik pemberhentian Dirut Bank BJB, orang nomor satu di Provinsi Jawa Barat, yakni M Ridwan Kamil menuturkan sejumlah tantangan masih menghadang bank pelat merah tersebut.
Pria yang akrab disapa Kang Emil tersebut "menantang" Bank BJB agar bisa menguatkan perannya sebagai bank pembangunan daerah dan bisa lebih melayani kredit untuk UMKM di Jawa Barat.
Gubernur Emil mengatakan pemberhentian tersebut dilakukan karena Pemprov Jabar selaku pemegang saham menilai Bank BJB memerlukan sosok baru untuk mewujudkan dua visi baru, yakni memaksimalkan kredit mikro dan menjadikan Bank BJB sebagai bank pembangunan.
Menurut dia, selama ini Bank BJB sudah luar biasa bagus dalam penyaluran kredit konsumen, namun pemerintah kota/kabupaten di Jawa Barat membutuhkan pinjaman dari Bank BJB untuk membangun infrastruktur, seperti jembatan, pasar dan lain-lain.
Selama ini, menurut Gubernur Emil, Bank BJB kurang mengoptimalkan peluang pasar kredit UMKM dan pihaknya menilai dari 100 persen penyaluran kredit BJB, porsi UMKM hanya lima persen padahal sekitar 60 persen sektor perekonomian di Jabar ditopang oleh UMKM.
Lantas, nanti setelah ditinggalkan oleh Ahmad Irfan, apakah Bank BJB mampu mewujudkan dua tantangan yang diberikan oleh Gubernur Ridwan Kamil tersebut?
Menyikapi hal tersebut, Direktur Laboratorium Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran terpilih yang juga menjadi Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Aldrin Herwany menilai terkait dua tantangan yang diberikan oleh Ridwan Kamil ke Bank BJB bukanlah soal mampu atau tidak mampu mewujudkannya.
Tantangan tersebut, menurut Aldrin, adalah hal yang relatif karena seharusnya semua didasarkan pada kinerja.
Aldrin malah mempertanyakan langkah Ridwan Kamil yang mengambil keputusan memberhentikan Ahmad Irfan dari jabatan Direktur Utama Bank BJB di saat kinerja bank berjalan dengan baik, dibuktikan, hingga periode triwulan III tahun 2018, Bank BJB berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp1,3 triliun atau tumbuh sebesar 25,4 persen year on year.
Total Aset Bank BJB tercatat sebesar Rp114,1 triliun sedangkan soal Net Interest Income Bank BJB berhasil tumbuh sebesar 4,1 persen year on year. Terkait Fee Based Income, Bank BJB berhasil tumbuh secara signifikan sebesar 23,2 persen year on year.
Selain itu, Bank BJB juga berhasil menyalurkan kredit dengan total kredit sebesar Rp74,6 triliun. Berkaitan dengan penyaluran kredit itu, Bank BJB berhasil menjaga kualitas kredit dengan Non Performing Loan (NPL, kredit bermasalah) pada level 1,58 persen.
Rasio NPL ini lebih baik dibandingkan catatan OJK mengenai NPL industri perbankan yang berada di level 2,74 persen per Agustus 2018.
Ada pun kinerja saham Bank BJB (BJBR) termasuk ke dalam Indeks LQ-45 dengan posisi per tanggal 10 Desember 2018 ditutup pada angka Rp2.010 per lembar saham.
Hal ini menunjukkan BJBR diakui sebagai salah satu saham dengan transaksi yang likuid di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Jika kinerja Bank BJB selama dinahkodai oleh Ahmad Irfan berjalan dengan bagus, kata Aldrin, maka keputusan untuk memberhentikan Ahmad Irfan dari jabatan Dirut Bank BJB adalah keputusan yang kurang tepat.
Pergantian pimpinan sebuah bank bisa dilakukan jika kinerjanya tidak bagus dan bukan didasarkan pada kepentingan politis.
Apabila kinerja Bank BJB dibawah kepemimpinan Ahmad Irfan berjalan bagus maka tidak perlu dilakukan pemberhentian Dirut Bank BJB.
Pemberhentian dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku, yakni dilakukan pada RUPS Bank BJB pada April 2019.
Aldrin menuturkan pemberhentian Ahmad Irfan sebagai Dirut Bank BJB disaat kinerja bank yang baik malah akan berpengaruh terhadap kondisi bank tersebut karena bank ini andalan dari Pemprov Jabar dan sudah melantai di bursa saham.
Menurut dia, pemberhentian Ahmad Irfan sebagai Dirut Bank BJB ini dikhawatirkan akan berpengaruh negatif bagi saham Bank BJB di bursa saham.
Lebih lanjut ia mengatakan untuk mewujudkan dua tantangan yang diberikan Ridwan Kamil kepada Bank BJB bukanlah hal yang sulit diwujudkan oleh bank ini.
Terkait tantangan bank pembangunan daerah, selama ini Bank BJB sudah dikenal sebagai bank pembangunan daerah dan Ahmad Irfan dikenal sebagai sosok yang cukup dekat dengan stakeholder terkait di Jawa Barat.
Sementara terkait tantangan agar menambah porsi penyaluran kredit UMKM, kata Aldrin, juga bukan hal yang sulit untuk dilakukan Bank BJB.
Hal ini dikarenakan banyak UMKM di Jawa Barat yang membutuhkan kemudahan akses keuangan atau modal dari bank ini.
Oleh karena itu, jika Ridwan Kamil mengapresiasi kinerja Bank BJB di bawah kepemimpinan Ahmad Irfan, seharusnya, kata Aldrin, orang nomor satu di Provinsi Jawa Barat ini tidak seharusnya memberhentikan Ahmad Irfan dari jabatan Dirut Bank BJB.
Namun keputusan orang nomor 1 Provinsi Jabar lewat RUPS luar biasa Bank BJB sudah diputuskan, dan kini Bank BJB dengan nahkoda baru di masa mendatang harus bisa merespons langkah cepat gubernurnya menjadi tantangan yang memerlukan jawaban tersendiri.
Mampukah Bank BJB mewujudkan tantangan Gubernur Jabar ?
Rabu, 12 Desember 2018 13:54 WIB