Bandung (Antaranews Jabar ) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat menyayangkan enam kilometer ruas jalan Jalan Tol Cisumdawu yang sudah terbangun kini seperti dibiarkan mubazir.
"Seksi satu panjangnya sekitar 28 km dan itu sejak tahun lalu sudah ada yang selesai sepanjang enam km. Dewan minta untuk seksi dua jangan sampai selesai tapi tidak beroperasi. Jadi, yang enam km itu `kan sayang mubazir. Jangan sampai mubazir," kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jawa Barat Daddy Rohanady, di Bandung, Kamis.
Berdasarkan hasil peninjauannya kemarin, ia meyakini pembangunan Jalan Tol Cisumdawu baru akan selesai tahun 2020 atau 2021.
"Melihat progres pekerjaannya, kami yakin Tol Cisumdawu baru bisa rampung 100 persen pada akhir tahun 2020 atau 2021," ujar Daddy.
Menurut dia, hingga saat ini masih ada beberapa kendala yang harus diselesaikan untuk mewujudkan jalan bebas hambatan yang menghubungkan Cileunyi-Sumedang-Dawuan.
Pada awalnya Jalan Tol Cisumdawu direncanakan mulai beroperasi pada akhir 2017, bersamaan waktunya dengan selesainya pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, di Kabupaten Majalengka.
"Tol Cisumdawu diharapkan dapat menjadi akses masyarakat Jabar bagian selatan ke bandara yang terletak di Kabupaten Majalengka," kata dia.
Ia mengatakan, pembangunan Tol Cisumdawu dibagi menjadi dua fase. Fase pertama terdiri dari seksi satu dan dua yakni ruas Cileunyi-Sumedang. Fase kedua terdiri dari seksi enam yakni ruas Sumedang-Dawuan.
Pengerjaan fisik fase satu seluruhnya dikerjakan pemerintah pusat, sementara itu, fase dua pengerjaan fisiknya dikerjakan konsorsium.
"Kalau `on schedule`, seksi tiga tuntas akhir 2019. Namun, pekerjaan itu menjadi mubazir kalau seksi satu dan dua belum tuntas," katanya.
Ia mengatakan bahwa Komisi IV berharap hal itu tidak terjadi. Andai saja seksi satu hingga tiga selesai, praktis ruas Cilenyi-Sumedang bisa dioprasionalkan.
"Jadi, jangan sampai seksi tiga selesai, tetapi menjadi mubazir seperti enam km di fase satu yang sudah selesai dua tahun lalu tetapi belum dipakai," ujar Daddy.
Di sisi lain,masih ada masalah pembebasan lahan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Lahan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Ada masalah dengan pembebasan lahan, baik untuk fase satu maupun fase dua. Memang, dalam hampir semua pekerjaan berskala besar seperti itu, persoalan pembebasan lahan selalu mengemuka," katanya.
Ia mengatakan, fase satu menyisakan lahan cukup besar di seksi satu (Jatinangor/STPDN), sedangkan fase dua di seksi tiga lahan sudah bebas 99 persen lebih.
Sementara itu, lahan di seksi empat hingga enam belum dibebaskan sama sekali, kata Daddy yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPRD Jawa Barat.
Ia mengatakan, lahan di seksi empat hingga enam kondisinya seperti itu sebagai akibat adanya pengalihan trase dan pengalihan trase itu sendiri dilakukan karena lahan di trase lama dianggap sangat rawan karena kondisi tanah yang sangat labil.
Persoalan lain yang ada adalah outramp ujung seksi tiga ke arah Cimalaka dan ujung jalurnya bergabung dengan jalan kabupaten yang hanya memiliki badan jalan 4,5 meter.
Kondisi tersebut dinilainya akan sangat mengganggu arus lalu lintas ketika "outramp" itu dipergunakan.
"Kami akan usulkan adar dilakukan pelebaran jalan kabupaten tersebut sampai ke jalam nasional (Sumedang-Majalengka). Status jalannya juga bisa kita usulkan naik menjadi jalan provinsi atau jalan nasional," katanya.
Mengenai lahan di Jatinangor (STPDN), Komisi IV DPRD Jabar akan mengonsultasikan ke Jakarta agar dilakukan musyawarah oleh semua pemangku kepentingan, katanya.