Bandung (Antaranews Jabar) - Ombudsman Wilayah Jawa Barat mewaspadai adanya jual beli kursi saat pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 dengan menggandeng tim Saber Pungli Pemprov Jabar.
Asisten Ombudsman Jabar Noer Adhe Purnama mengatakan, pada pelaksanaan PPDB 2017 ditemukan sejumlah pelanggaran maladministrasi yang dilakukan oleh pihak sekolah terutama jual beli kursi.
"Ada delapan sekolah di sekolah besar itu kisarannya 60 (juta), paling kecil 15 juta. Harus tunai, kalau engga tunai tidak akan diserahkan ke oknum selanjutnya ke jenjang lebih tinggi," ujar Adhe di Kantor Ombudsman Jabar, Senin.
Adhe mengatakan, temuan itu berdasarkan laporan dari masyarakat serta tim dari Ombudsman yang langsung memantau pelaksanaan PPDB.
Biasanya, kata dia, jual beli kursi dilakukan setelah ditutupnya sistem pendaftaran online. Sekolah masih menyisakan beberapa kursi untuk selanjutnya digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan menjualnya.
Aduan ini sebenarnya sudah dilaporkan ke Disdik Jabar dan telah dilakukan rotasi kepala sekolah. Namun untuk membuat efek jera, Ombudsman kemudian menggandeng tim Saber Pungli agar transaksi tersebut bisa dihukum secara pidana.
"Sekarang kami kerja sama dengan saber pungli. Jadi kalau ada laporan dari masyarakat, kita langsung berikan data itu ke saber pungli bagaimana saber pungli itu berdasarkan kewenangan punya kewenangan meng-OTT (operasi tangkap tangan). Kalau kami administratifnya," kata dia.
Ia pun menjelaskan skema transaksi jual beli kursi oleh oknum sekolah yang tak ingin ia sebutkan. Awalnya, masyarakat ingin anaknya duduk di sekolah favorit memberikan sejumlah uang serta dokumen kepada satpam sebagai syarat pertama transaksi jual beli kursi.
Uang yang telah diterima satpam kemudian diberikan kepada oknum guru yang memiliki akses untuk memasukkan peserta didik baru ke sekolah tersebut dengan kisaran harga 15 sampai Rp60 juta perkursi.
Terakhir, oknum guru tersebut berkoordinasi dengan seseorang di dinas pendidikan, agar nama peserta didik tercatat sebagai siswa sekolahnya.
"Kami menemukan alurnya pada 2017 saat penyelenggaraan PPDB setelah selesai. Sekolah kluster atas masih membuka jalur ini, kursi kosong masih ada," kata dia.
Persoalan PPDB ini, kata dia, cukup pelik, mengingat pelaku merupakan masyarakat itu sendiri. Ia menyayangkan masih adanya orang tua yang sangat berambisi agar anaknya bisa mengenyam pendidikan di sekolah favorit, padahal PPDB dilakukan agar tercipta pemerataan pendidikan.
"Kadang yang bermainnya, yang di bawah yang memang susah kita basmi. Ombudsman tidak punya kewenangan melakukan sanksi pidana OTT, itu kewenangan kepolisian. Jadi kita didampingi terus saber pungli (untuk PPDB 2018)," kata dia.