Bandung (Antaranews Jabar) - Lewat pangkas rambut, sepuluh wanita asal Bandung itu ingin menebar kebahagiaan kepada masyarakat.
Mereka menamai dirinya Pangling (Pangkas Keliling). Mereka rela dibayar dengan senyuman di taman kota. Mereka juga suka menggelar potong rambut massal di panti sosial secara gratis.
Pangling merupakan sebuah kelompok nonprofit yang berkegiatan di bidang jasa potong rambut. Awalnya sekadar obrolan santai di sebuah café yang kemudian dilanjutkan dengan obrolan lanjutan hingga kelompok itu berdiri pada 28 mei 2017.
Kelompok yang berdomisili di kota Bandung itu berisikan 10 anggota. Yakni Raisha Hillary (22), Anggia (21), Lira (24), Karmila (24), Desti (23), Windi (22), Mey (23), Putri (24), Yudieth (24) dan Atta (23).
Nama Pangling dipilih atas spontanitas. Mereka memilih kata yang sederhana dan tidak mengandung unsur apapun seperti gender bahkan seksisme.
“Kita mencari nama yang sederhana saja, tanpa kata-kata yang mengandung unsur wanita atau emansipasi. Akhirnya, lewat obrolan santai saat itu, tercetuslah nama pangling,” kata Raisha.
Sebelumnya, para kapster itu bekerja di tempat pemotongan rambut yang sama. Maka, jadilah Pangling sebagai ajang reuni bagi mereka.
Kelompok pangkas keliling itu sering membuka lapak pangkas rambut di taman kota. Lewat akun media instagram @_pangling, Pangling merekam dan membagikan kegiatan mencukur rambut. Orang-orang bisa mendatangi mereka untuk potong rambut.
Mereka tak membatasi siapapun yang datang. Mulai dari petugas polisi, gelandangan, pedagang kaki lima atau mahasiswa. Mereka menerima siapa saja yang ingin mengubah penampilan rambutnya, tanpa pandang latar belakang.
Lapak pangling rutin digelar setiap bulan di berbagai taman kota Bandung seperti Taman Vanda, Taman Cibeunying, dan Taman Pasupati. Mereka juga beberapa kali menggelar pangkas rambut di Dago car free day ataupun bekerja sama mengisi event kolektif seperti berbagi takjil dan pergelaran seni.
Dibayar Senyuman
Satu bulan sekali, Pangling mengisi pojok ruang publik Kota Bandung.
Di sana, mereka tak sekadar mencukur rambut orang-orang yang datang untuk bercukur. Ketika proses pemangkasan rambut, selalu ada saja obrolan yang terjadi.
Karena yang datang ke Pangling sangat beragam latar belakang, mulai gelandangan hingga pekerja kantoran, obrolan yang terjadi pun beragam tema, termasuk tentang muramnya dunia cerita-cerita jenaka.
Melalui pangkas rambut pula, Pangling belajar mengenal manusia. Mereka berharap dapat memberikan kebahagian bagi masyarakat lewat obrolan dan potong rambut. “Selain potong rambut, kami berharap orang yang datang bisa good mood lewat obrolan santai tentang kehidupan,” kata Raisha.
Kegiatan cukur keliling itu tidak mematok biaya. Orang-orang yang datang boleh membayar seikhlasnya. Tak jarang orang yang datang membayar dengan harga tinggi melebihi tarif potong rambut biasanya.
Sempat mereka sekadar merapikan rambut balita, setelah selesai memangkas, sang ibu balita tersebut memberikan selembar uang Rp 50.000. Mereka juga sempat mencukur seseorang dan hanya dibayar dengan senyuman.
Adapun profit yang terkumpul akan digunakan untuk perawatan dan pengembangan alat-alat kegiatan mereka. Seperti membeli mesin pangkas baru atau melengkapi aksesoris layaknya cermin, sisir, dan bahkan papan tulis untuk dipajang.
Kelompok pangkas keliling itu juga membuktikan kepeduliannya kepada masyarakat dengan menawarkan jasa pangkas rambut secara gratis di Panti Sosial Bina Insani Bangun Daya, atau biasa dikenal dengan Panti Sosial Kedoya Jakarta Barat.
Panti Sosial ini menampung semua penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Jakarta. Mereka yang masuk dalam kategori PMKS adalah anak jalanan, pengemis dan gelandangan, pengamen, pekerja seks, dan Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK).
Pagi-pagi buta, Raisha bersama dua anggota lainnya yakni Lira dan Anggia berangkat ke Jakarta dengan berbekal mesin potong rambut pribadi. Awalnya mereka sempat takut dan khawatir dengan penghuni panti.
“Kami bertiga masuk ke aula panti dan langsung disambut oleh penghuni. Nggak jarang penghuni yang menggodai kita sekedar bersiul bahkan mencolek” kata Raisha.
Setelah itu mereka membuka lapak di luar aula. Sejumlah penghuni panti pun dirapihkan penampilannya satu-persatu. Hingga akhirnya, kepala panti pun turut berpartisipasi untuk potong rambut.
“Mencukur rambut di panti sosial memang menjadi pengalaman kami yang paling mengesankan. Seakan tujuan untuk membahagiakan masyarakat tanpa pandang bulu cukup terwakilkan pada saat itu,” kata Raisha.
Selain mimpi memberikan kebahagiaan untuk masyarakat lewat pangkas rambut, Pangling juga ingin menularkan semangat berbagi kepada masyarakat di pelosok negeri. Menyumbang senyum melalui pangkas rambut di pulau Sabang hingga berbagi cerita tentang Jawa di pelosok Merauke.