Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi peningkatan minat pelaku pasar asing terhadap pasar saham dan obligasi negara.
“Peningkatan minat pelaku pasar asing terhadap pasar saham dan obligasi negara didorong oleh semakin melebarnya 'spread' suku bunga obligasi negara Indonesia dan AS (Amerika Serikat), serta ekspektasi masih berlanjutnya penurunan suku bunga acuan oleh BI (Bank Indonesia) sampai dengan akhir tahun ini,” katanya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, diputuskan pemotongan suku bunga 25 basis points (bps) ke level 5,25 persen. Suku bunga deposit facility diputuskan juga turun sebesar 25 bps menjadi pada level 4,5 persen.
Begitu pula suku bunga lending facility yang diputuskan untuk turun sebesar 25 bps menjadi pada level 6 persen.
Sejauh ini, BI telah memangkas BI-Rate sebanyak tiga kali sejak awal tahun masing-masing sebesar 25 bps yang terjadi pada Januari, Mei dan Juli. Ruang penurunan BI-Rate masih terbuka hingga akhir 2025.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan ruang penurunan BI-Rate akan mempertimbangkan faktor-faktor seperti prakiraan inflasi yang semakin rendah pada 2025 dan 2026, rupiah yang stabil, dan terus perlunya untuk mendorong pertumbuhan ekonom. Artinya, terkait timing dan seberapa bps penurunan BI-Rate, akan ditentukan sesuai dinamika perekonomian global maupun domestik.
Penguatan kurs rupiah turut dipengaruhi penguatan mayoritas mata uang regional Asia seiring pernyataan dovish dari anggota Federal Reserve (The Fed).
Sebagaimana diungkapkan Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong, pejabat The Fed Christopher Waller menyampaikan bahwa kebijakan tarif AS takkan sepenuhnya ditanggung konsumen dan data-data tenaga kerja dinilai dapat melemah ke depan.