Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi reaksi pelaku pasar yang optimis terhadap perekonomian Indonesia.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini di Jakarta menguat sebesar 34 poin atau 0,21 persen menjadi Rp16.502 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.536 per dolar AS
Kendati posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia pada April 2025 sebesar 152,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan dibandingkan Maret 2025 yang senilai 157,1 miliar dolar AS, ekonomi Tanah Air disebut masih mampu tetap tumbuh tinggi kedua setelah China.
“Rupiah di akhir perdagangan mampu menguat karena pelaku pasar bereaksi beragam terhadap data penurunan cadangan devisa. Bisa berarti ada risiko ketidakpastian global, namun ekonomi Indonesia masih mampu tetap tumbuh tertinggi kedua setelah China di kelompok negara-negara perekonomian besar,” ucapnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan cadev pada bulan ini disebabkan antara lain oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi kurs rupiah sebagai respons BI dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang semakin tinggi.
Posisi cadev sendiri setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Artinya, cadev tersebut masih mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Cadev yang memadai juga mendukung ketahanan sektor eksternal, sejalan dengan tetap terjaganya prospek ekspor, neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan mencatatkan surplus.
Selain itu, adanya persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.
“Selalu ada yang optimis seiring membaiknya posisi Indonesia sebagai negara dengan perekonomian yang besar,” kata Rully.