Jakarta (ANTARA) - Analis Bank Woori Saudara Rully Nova menyatakan surplus neraca pembayaran Indonesia (NPI) menahan nilai tukar (kurs) rupiah melemah lebih dalam.
"Data neraca pembayaran yang surplus, menahan rupiah melemah lebih dalam lagi," ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
NPI pada 2024 tercatat surplus sebesar 7,2 miliar dolar Amerika Serikat (AS) meningkat dari tahun sebelumnya yang surplus 6,3 miliar dolar AS.
Sebagai rincian, transaksi modal dan finansial pada 2024 tercatat surplus 16,4 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan surplus sebesar 9,9 miliar dolar AS pada 2023.
Peningkatan ini ditopang oleh aliran masuk modal asing pada investasi langsung dan investasi portofolio, di tengah berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Sementara itu, transaksi berjalan 2024 mencatat defisit sebesar 8,9 miliar dolar AS (0,6 persen dari produk domestik bruto/PDB), setelah mencatat defisit sebesar 2,0 miliar dolar AS (0,1 persen dari PDB) pada 2023. Perkembangan ini dipengaruhi oleh penurunan surplus neraca perdagangan barang seiring dengan permintaan negara mitra dagang utama yang melemah di tengah permintaan domestik yang tetap kuat.
Menurut Rully, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi rilis risalah hasil rapat Federal Reserve (The Fed) yang hawkish karena target inflasi 2 persen sulit untuk direalisasikan.
Nilai tukar rupiah (kurs) pada penutupan perdagangan hari Kamis di Jakarta melemah 13 poin atau 0,08 persen menjadi Rp16.338 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.325 per dolar AS.
Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru menguat ke level Rp16.344 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.357 per dolar AS.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Surplus neraca pembayaran RI tahan kurs rupiah melemah lebih dalam