Antarajabar.com - Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri menyampaikan sejumlah "pertanggungjawaban sejarah" atas berbagai persoalan penting ketika dirinya menjadi presiden.
Mega menyampaikan itu saat berorasi ilmiah dalam rangka penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa di bidang politik dan pemerintah di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Rabu.
"Pertama, terhadap sengketa Sipadan dan Ligitan. Mari kita berdialektika. Betulkah Sipadan Ligitan serta merta lepas saat saya menjadi Presiden. Peristiwa apa yang melatarbelakangi Sipadan Ligitan kemudian dinyatakan sebagai wilayah Malaysia," kata Megawati di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad Jalan Dipati Ukur Kota Bandung.
Mengenai peristiwa tersebut, Megawati mempersilakan para tamu undangan yang hadir di acara tersebut untuk mengoreksinya jika penjelasan tentang Sipadan Ligitan kurang tepat.
"Di sini ada Menlu Kabinet Gotong Royong, Pak Hassan Wirajuda. Silakan dikoreksi jika yang saya sampaikan ini kurang tepat. Hal ini pernah disampaikan beliau dalam kuliah umum di Universitas Airlangga," kata dia.
Menurut dia, pada dasarnya Sipadan-Ligitan bukan merupakan wilayah Indonesia jika didasarkan pada UU Nomor 4/Perppu/1960 tentang Negara Kepulauan namun dua wilayah tersebut juga bukan merupakan wilayah Malaysia, sehingga keduanya kemudian memperebutkan dengan berbagai argumentasi.
Ia mengatakan sengketa kedua pulau tersebut sebenarnya telah terjadi sejak tahun 1967 dan pada tahun 1996 Pemerintah Indonesia melunak dan menyepakati untuk membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag Belanda.
"Suatu jalan dan cara penyelesaian yang tidak dapat ditarik kembali. Pada tahun 1997, masalah tersebut resmi memasuki proses persidangan," katanya.
Pada saat dirinya menjadi Presiden RI, ia memerintahkan Menteri Luar Negeri untuk terus memperjuangan agar Sipadan dan Ligitan menjadi bagian dari NKRI namun argumen yang diterima Mahkamah Internasional bukan karena Malaysia lebih dahulu masuk ke Sipadan/Ligitan.
"Bukti sejarah yang diterima Mahkamah Internasional adalah dokumen dari pihak Malaysia yang membuktikan bahwa Inggris (negara yang menjajah Malaysia dan bagian dari commond wealth) paling awal masuk Sipadan Ligitan dengan bukti berupa mercusuara dan konservasi penyu," katanya.
Sedangkan Indonesia, kata dia, dianggap tidak memiliki hak atas wilayah kedua Pulau tersebut karena Belanda (negara yang menjajah Indonesia), hanya terbukti pernah masuk ke Sipadan Ligitan namun hanya singgah sebentar tanpa melakukan apapun.
"Dan putusan Mahkamah Internasional tersebut kebetulan ditetapkan pada tahun 2002 saat saya menjabat sebagai Presiden RI," katanya.