Antarajabar.com - Ratusan pemulung di TPSA Pasir Sembung, Kecamatan Cilaku, Cianjur, Jawa Barat, setiap hari dapat mengurangi 25 persen dari 420 ton sampah yang masuk ke tempat pembuangan tersebut.
Kasi Bina Usaha Pengelolaan Sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Cianjur, Feri Faisal di Cianjur, Senin, mengatakan di mana ada tumpukan sampah, di situlah pemulung mencari nafkah, dan kehadiran mereka setidaknya dapat mengurangi tumpukan sampah setiap hari.
"Kehadiran pemulung di TPAS ini, sangat diharapkan petugas karena sedikitnya ada 25 persen sampah yang mereka pungut dari sini. Jelas mereka sangat membantu untuk mengurangi volume sampah di TPAS yang sudah over kapasitas," katanya.
Dia menuturkan, sejak dibangunnya TPAS Pasirsembung 1976, pemulung telah menjadikan tempat tersebut sebagai ladang mencari nafkah, dan sebagian besar pemulung merupakan warga sekitar.
"Bagi sebagian besar warga ini merupakan pekerjaan yang menjijikan karena bergelut ditumpukan sampah yang mengunung dan berbau busuk. Tapi bagi petugas kehadiran mereka cukup membantu dan ini merupakan ladang yang menghasilkan," katanya.
Namun tutur dia, pihaknya cukup mengkhawatirkan keselamatan ratusan pemulung itu karena setiap TPAS pasti mengandung gas metan, di mana gas tersebut sangat berbahaya.
"Kami khawatir jika suatu saat gas ini meledak dan memakan korban jiwa. Untuk mengantisifasi kami akan memasang papan larangan agar mereka yang beraktivitas di TPAS tidak merokok," katanya.
Selama ini, ungkapnya, DKP belum dapat mengelola sampah bernilai ekonomis karena belum memiliki alat atau teknologi untuk menjadikan sampah bernilai ekonomis. Sehingga pihaknya masih mengandalkan pemulung untuk mengurangi volume sampah.
Kondisi tersebut diperparah dengan minimnya alat berat untuk mengurai, meratakan dan mengeruk sampah di TPAS. DKP hanya memiliki empat armada alat berat, tapi hanya satu kendaraan yang berfungsi dengan baik.
Sementara itu, sebagian besar pemulung di TPAS Pasirsembung, mengatakan, faktor ekonomi dan sulitnya mencari pekerjaan penyebab mereka bekerja menjadi pemulung. Bahkan banyak di antaranya yang membawa keluarganya ke tempat tersebut untuk bekerja bersama-sama.
"Prinsip saya asal yang saya cari itu halal, saya akan melakukannya. Di sini saya kan tidak mencuri, apalagi korupsi. Jadi, apa yang dikatakan orang-orang bahwa pemulung itu rendah, saya acuhkan saja," kata seorang pemulung Didin Muhidin (40) warga Kampung Kandangsapi, Desa Ciharashas, Kecamatan Cilaku, yang sudah memulung sejak tahun 1976.
Meskipun sempat mendapat ejekan dari warga, namun usaha yang dilakukan Didin akhirnya diikuti ratusan warga sekitar karena melihat keberhasilannya mendulang sampah menjadi rupiah.
"Jumlahnya terus bertambah meskipun selama ini mereka menghina, namun sekarang mereka dapat merasakan penghasilan dari sampah yang bau," katanya.