Pada tahun yang sama, Indonesia mampu mengekspor rumput laut sebesar 600,36 juta dolar AS atau meningkat 74 persen yoy dengan volume 253,68 ribu atau terjadi peningkatan sebesar 12, 4 persen serta CAGR sebesar 19,62 persen.
Capaian pada 2022 itu secara rinci terdiri atas 399,3 juta dolar AS rumput laut kering dan 187,1 juta dolar AS karaginan, serta 13,32 juta dolar AS berupa agar-agar.
Negara tujuan ekspor rumput laut asal Indonesia masih didominasi Tiongkok dengan nilai sebesar 422,6 juta dolar AS dengan pangsa 70,4 persen atau volume 205,36 juta ton, Uni Eropa 51,54 juta dolar AS dengan pangsa 8,58 persen, AS sebesar 20,72 juta dolar AS dengan pangsa 3,45 persen, ASEAN sebesar 19,62 juta dolar AS dengan pangsa 3,27 persen dan Korea Selatan senilai 16 juta dolar AS dengan pangsa 2,67 persen.
Adapun produk rumput laut berupa karaginan dimanfaatkan menjadi berbagai bahan tambahan yakni kappa yang digunakan dalam produksi makanan dan minuman seperti susu, olahan susu, dan lainnya. Kedua yakni Iota yang ditambahkan dalam susu skim, kosmetik dan farmasi, serta ketiga adalah lambda yang dimanfaatkan dalam industri pangan dan farmasi.
Pasar untuk karaginan pada 2022 mencapai 871,7 juta dolar AS dan diperkirakan akan terus meningkat 5,4 persen per tahun hingga 2030 dengan pemanfaatan tertinggi diperkirakan untuk perawatan diri dan kosmetik.
Pangsa pasar produk karaginan terbesar adalah Uni Eropa dengan pangsa sebesar 34,4 persen hal ini karena di kawasan itu secara resmi karaginan telah diakui sebagai bahan tambahan pangan. Pasar Asia Pasifik pun diperkirakan akan tumbuh cepat Karena perkembangan industri pangan terutama di Tiongkok.
Berdasarkan catatan KKP, hingga kini potensi budi daya rumput laut masih terbuka luas. Hal ini karena pemanfaatan lahan untuk budi daya baru terpakai 0,8 persen atau seluas 102.254 hektare dari total potensi luas lahan sebesar 12 juta hektare.
Adapun lima wilayah yang kini menjadi sentra utama penghasil rumput laut di Indonesia meliputi Sulawesi Selatan dengan komoditas rumput laut jenis cottonii dan gracillaria; Nusa Tenggara Timur dengan komoditas cottonii dan spinosium; Nusa Tenggara Barat dengan jenis cottonii dan spinosium; Jawa Timur jenis cottonii dan gracilaria; serta Sulawesi Tengah jenis cottonii dan gracilaria.
Guna mendukung pengembangan rumput laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan menghadirkan proyek percontohan atau modelling. Upaya ini dilakukan dengan menghadirkan teknologi pembibitan berupa kultur jaringan serta memanfaatkan produk lokal berupa batok kelapa sebagai pelampung. Konsep ini dilakukan sebagai upaya menjaga keberlanjutan ekologi di samping memanfaatkan nilai ekonomi.
Selain itu, di Maluku Tenggara, KKP juga menjadikan kawasan ini sebagai lokasi percontohan pengembangan rumput laut untuk menggeliatkan budi daya di kawasan ini dari sisi hulu dan hilir.
Lewat kebijakan berbasis ekonomi biru, yakni dengan memperkuat daya saing hasil kelautan dan perikanan yang didukung dengan penjaminan mutu untuk peningkatan konsumsi domestik dan ekspor, komoditas rumput laut diharapkan mampu berkontribusi memenuhi bahan baku industri baik di dalam dan luar negeri sehingga pada ujungnya para pembudi daya dapat memanen hasil positif dari makro alga ini.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Memacu daya saing "emas hijau" di pesisir utara Jawa Barat