Jakarta (ANTARA) - Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan mayoritas responden meminta wewenang Kejaksaan untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi tidak dikurangi.
"Intinya, publik ini ternyata 66,4 persen itu meminta Kejaksaan tetap memiliki kewenangan menyelidiki, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi," ujar Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Evaluasi Publik Atas Kinerja Lembaga Penegak Hukum dan Perpajakan’ secara virtual, dipantau dari Jakarta, Minggu.
Seperti diketahui, kewenangan menyelidik, menyidik, hingga menuntut tindak pidana korupsi membuat Kejaksaan berhasil membongkar beragam kasus besar. Sebut saja mega-skandal korupsi ASABRI dan Jiwasraya yang berhasil dibongkar Kejaksaan.
Di bawah komando Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin, Kejaksaan juga berhasil membongkar praktik mafia minyak goreng yang membuat mayoritas masyarakat di Indonesia kesulitan. Temuan Indikator juga menguatkan hal tersebut.
"Overall (secara keseluruhan) publik tidak mau otoritas atau power Kejaksaan sekarang dalam kasus tipikor itu dipreteli," tutur Burhanuddin.
Terkait dengan kasus dugaan korupsi oleh Menteri Komunikasi dan Informatika nonaktif Johnny G Plate yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung, temuan Indikator menunjukkan masyarakat meyakini Johnny melakukan korupsi.
"Yang tahu kasus itu (dugaan korupsi yang melibatkan Johnny G Plate), 80 persen percaya bahwa mantan Menkominfo ini melakukan korupsi," ungkap Burhanuddin.
Di sisi lain, dalam catatan Burhanuddin, separuh masyarakat yang mengetahui kasus tersebut menilai bahwa isu tersebut murni persoalan hukum (50,4 persen) daripada isu yang lebih bermuatan politik (36,3 persen).