Bahkan, di usianya yang menginjak 65 tahun pada 25 Oktober 2019, Komaruddin berhasil menunaikan nazar menyelesaikan etape Gedung Sate Bandung menuju Monas Jakarta dengan berjalan kaki selama lima hari.
Saat itu ia didampingi tiga orang anggota tim yang memonitor kesehatan berikut satu unit ambulans dari Cahaya Foundation.
Tepat pada 29 Oktober 2019 di Hari Stroke se-Dunia, Komaruddin tiba di Monas. Etape sejauh 153 KM itu ia selesaikan rata-rata 36--40 KM per hari.
Long march Siliwangi
Di usianya yang kini menginjak 69 tahun, Komaruddin tampak masih bugar, usai menyelesaikan sesi latihan berjalan kaki sejauh 10 kilometer. Nyaris tak ada lagi tanda stroke di tubuhnya, kecuali jari manis dan kelingking di lengan kiri yang masih tertekuk kaku.
Jemari itu masih bisa bergerak untuk melepas jaket sauna yang membungkus tubuh Komaruddin. Tapi untuk membuka kancing baju, masih dirasa sulit.
Pada 5 hingga 26 Agustus 2023, ia berencana mengulang perjalanan jauh. Kali ini dari Titik 0 Yogyakarta menuju Gedung Sate Bandung, 400 KM lebih jarak yang akan ditempuh, dengan asumsi setiap hari melibas sekitar 20 KM perjalanan dalam waktu 20 hingga 21 hari.
Kali ini, tim pemandu dan ambulans sepenuhnya ditangani Cahaya Foundation, yang dengan sepenuh hati akan mendampingi perjalanannya sejak awal hingga selesai.
Berbekal momentum Kemerdekaan Indonesia di 17 Agustus, Komaruddin mengusung jargon "Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati" untuk menginspirasi banyak orang agar membiasakan hidup sehat.
Lantas, apa sebenarnya yang melecut semangat Komaruddin selama ini mau menempuh perjalanan jauh?
Kisah pahit dan getir para anggota Divisi Siliwangi yang harus menempuh jarak 600 kilometer demi kembali ke kampung halaman pada Mei 1948, selalu terbayang di kepala Komaruddin, hingga melecut semangatnya untuk berjalan kaki sejauh mungkin.
Runtuhnya Perjanjian Renville yang ditetapkan oleh Belanda-Indonesia mengharuskan para "Maung" kembali ke kampung halamannya, sesuai perintah Jenderal Soedirman, kala itu.