Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong penyidik menggunakan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam kasus persetubuhan anak oleh 11 tersangka di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
"Penggunaan Pasal 2 UU TPKS untuk melengkapi penggunaan UU Perlindungan Anak dan KUHP agar ada jaring bagi para pelaku untuk dihukum seberat-beratnya serta perlindungan kepada korban," kata anggota Kompolnas Poengky Indarti saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Kasus perkosaan atau persetubuhan anak terhadap RO (15) di Parigi Moutong menjadi perhatian publik karena melibatkan 11 orang tersangka. Selain itu, kondisi fisik korban memburuk setelah kejadian tersebut, rahimnya harus segera diangkat.
Terlebih, Kapolda Sulteng Irjen Pol. Agus Nugroho pada konferensi pers di Mapolda Sulteng, Rabu (31/5) menyatakan kasus tersebut bukan pemerkosaan, tetapi kasus persetubuhan anak di bawah umur dan tindakan para tersangka dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara paksa, tetapi ada bujuk rayuan dan iming-iming, bahkan dijanjikan menikah.
Dalam kasus ini, kata Poengky, pasal yang digunakan penyidik untuk menjerat pelaku adalah Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak. Selain itu, juga digunakan Pasal 65 KUHP untuk perulangan kejahatan yang dilakukan pelaku.
"Jika melihat pasal perulangan kejahatan, ancaman hukumannya maksimal 15 tahun ditambah 1/3 (5 tahun) sehingga total 20 penjara," kata Poengky.
Sanksi pidana kepada para pelaku juga bisa diperberat dengan adanya kerusakan fungsi reproduksi yang dialami korban.
"Maka, ancaman hukuman bisa ditambah," kata Poengky.