Jakarta (ANTARA) - Anggota Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) Linda Salma mengungkapkan bahwa Facebook menjadi salah satu platform media sosial yang paling banyak menyebar hoaks di kuartal I tahun 2023.
"Ada lima besar saluran hoaks yang digunakan pada kuartal I tahun 2023 dimulai dari Facebook, disusul tempat kedua Youtube, Twitter, TikTok dan WhatsApp," ujar Linda dalam webinar Mafindo "Litbang Talk #01" di Jakarta, Rabu.
Adapun posisi lima teratas sebagai kanal penyebaran hoaks dipegang oleh Facebook dengan 218 temuan (33 persen), Youtube 214 temuan (32 persen), Twitter 93 temuan (14 persen), TikTok 49 temuan (8 persen) dan WhatsApp 48 temuan (7 persen)
"Kenaikan cukup signifikan terjadi pada Youtube bila dibandingkan dengan tahun 2022. Hal ini dapat menguatkan bahwa penggunaan informasi visual menjadi andalan untuk menyampaikan hoaks," katanya.
Selain itu, Linda mengklasifikasikan tipe narasi dalam hoaks menjadi beberapa bagian. Narasi tipe pipe dream dengan 262 temuan (39 persen) berada di posisi pertama di kuartal I-2023 ini.
Ia menilai tipe ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tampaknya sangat idealis atau spektakuler, tetapi sebenarnya tidak mungkin terjadi atau dicapai (too good to be true).
Kemudian, tipe wedge driver dengan 247 hoaks (37 persen) yang menunjukkan bahwa narasi cenderung menggunakan kata-kata atau frasa yang merendahkan atau merugikan suatu kelompok atau individu tertentu dengan tujuan membangkitkan sentimen negatif terhadap sesuatu atau pihak tertentu.
"Ini menunjukkan bahwa harapan dan kebencian adalah dua hal yang paling banyak digunakan untuk memicu reaksi emosional dari pembaca," tambah dia.
Menurut Linda, gambar dan video paling banyak digunakan sebagai penguat klaim dengan temuan sebesar 81 persen. Untuk klaim hoaks juga terkadang disematkan dalam caption atau dalam gambar/video yang dibagikan.
Para penyebar hoaks juga paling banyak mencatut Pemerintah Indonesia dan pihak campuran. Ia melihat pihak ini sekaligus menjadi target sentimen negatif yang ditumbuhkan melalui hoaks.
Sehingga, kata dia, dominasi pada kategori ini menunjukkan bahwa hoaks dapat mencatut siapapun dan patut diwaspadai sebagai upaya menurunkan kepercayaan kepada pihak yang dicatut.
Meski begitu, Linda menyebut sekitar 70 persen inisiatif klarifikasi berasal dari pemeriksa fakta independen dengan jumlah kasus hoaks sekitar 468 disusul oleh Media Masa dengan 114 temuan (17 persen) di kuartal I-2023.
"Perlu dicatat bahwa komposisi ini hanya merepresentasikan klarifikasi yang dikompilasi pada turnbackhoax.id," ujar Linda.
Sementara itu Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) menemukan sebanyak 125 hoaks atau informasi bohong selama pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
"Pra-pemilu ada 34 temuan, pada saat hari H tidak ditemukan dan pasca-pemilu ada 94 hoaks," ujar Anggota Penelitian dan Pengembangan Mafindo Fins Purnama dalam webinar Mafindo "Litbang Talk #01" di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, jumlah narasi hoaks menyasar tiga tahapan pemilu. Fins Purnama menjelaskan bahwa tahapan pertama pra-pemilu ditemukan 34 kasus hoaks, tahapan kedua pada hari H pemilu tidak ditemukan dan tahapan ketiga pasca-pemilu beredar 94 hoaks di masyarakat.
"Jadi, 73 persen hoaks beredar pada pasca-pemilu, 27 persen sisanya beredar pada pra-pemilu. Ada tren yang menurun tapi meningkat sangat tajam," kata dia.
Ia menyebutkan ada lima aktor yang mendapatkan serangan hoaks di dua tahapan Pilpres 2019. Namun, terdapat kesamaan aktor di dua tahapan, yakni pendukung kandidat calon presiden, kandidat, Komisi Pemilihan Umum (KPU), polisi dan Pemerintah Pusat.
Pendukung kandidat, sambung Fins, mendapatkan 35 temuan kasus hoaks dengan rincian 9 hoaks saat pra pilpres dan 26 hoaks pasca-pilpres. Kemudian, kandidat mendapatkan 25 hoaks untuk pra-pilpres sekitar 7 temuan dan pasca-pilpres 18 kasus hoaks.
Ada 20 kasus hoaks yang menyasar KPU dengan 6 kasus hoaks saat pra-pilpres, sedangkan 14 temuan pasca-pilpres. Lebih lanjut, institusi kepolisian menemukan 15 kasus yang menyasar pra-pilpres sebanyak 3 hoaks dan pasca-pilpres 12 temuan hoaks.
Lalu, pemerintah pusat mendapatkan 9 hoaks, sekitar 2 hoaks saat pra-pilpres dan 7 temuan pasca-pilpres. "Beberapa kami catat seperti pendukung dan kandidat ini cukup masuk akal karena memang perkaranya di situ," tambahnya.
Fins menilai Pilpres 2019 sangatlah berbeda dengan Pilkada 2017 yang lebih banyak menyerang kandidat di Pilkada DKI Jakarta. Sementara pada Pilpres 2019, jumlah hoaks lebih banyak menyerang pendukung kandidat.
Adapun proses yang jadi target hoaks pra-pilpres saat kampanye dan pemungutan suara, sedangkan pasca-pilpres menyasar sengketa dan penghitungan suara. Selain itu, ia juga memperkirakan pada Pilpres 2024, temuan hoaks akan menyasar saat sengketa pemilu.
"Dua puncak lain saat masa kampanye dan penghitungan suara. Ini dua puncak yang bisa kita antisipasi juga," tutur Fins.
Untuk tindak lanjut, 39 temuan hoaks dilakukan oleh organisasi pemeriksa fakta. Pemerintah baru melakukan 19 persen.
"Perlu meningkatkan kolaborasi antara pemerintah dan organisasi koalisi sipil 9 persen," ucapnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Facebook masih menempati posisi pertama penyebaran hoaks di awal 2023
Facebook masih tempati posisi pertama penyebaran hoaks di awal 2023
Kamis, 4 Mei 2023 5:50 WIB