Publik di Indonesia juga tidak ketinggalan membincangkannya, terutama untuk aplikasi ChatGPT (Generative Pre-Trained Transformer). Program ChatGPT dapat diajak “chat” dengan tema apapun, seperti layaknya mengobrol dengan seseorang.
ChatGPT mampu menjawab hampir semua pertanyaan dalam Bahasa Inggris, bahkan Bahasa Indonesia, termasuk beberapa dengan kemampuan terbatas dalam bahasa daerah.
ChatGPT yang diliris pada Desember 2022 menghangati dunia akademisi Indonesia sejak akhir Februari 2023. Dan dalam waktu dekat Openai yang merilis ChatGPT akan memperkenalkan GPT-4 yang lebih canggih.
Diskusi terkait chatGPT itu pernah diangkat menjadi webinar di kampus besar, seperti Insititut Pertanian Bogor (IPB) dan Institut Teknologi Bandung (ITB), termasuk lembaga berkelas, seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kampus digital pertama di Indonesia, seperti Universitas Insan Cita Indonesia (UICI), bahkan memasukkan materi chatGPT dari perspektif hukum di acara orientasi mahasiswa dengan narasumber dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Apakah AI nantinya akan menggantikan tenaga manusia, sehingga banyak manusia kehilangan pekerjaan?
Akankah terjadi guncangan ekonomi, seperti saat revolusi industri terjadi di Eropa saat mesin-mesin diperkenalkan dan menggantikan tenaga kerja di sektor pertanian dan industri rumahan berbasis tenaga manual?
Beberapa pihak, bahkan mengusulkan agar chatGPT dilarang karena berpotensi menimbulkan kecurangan dalam berkarya, terutama dalam hal tulis menulis karya manuskrip.
Penulis berpendapat dengan perspektif berbeda. Mencegah berkembangnya teknologi kecerdasan buatan, termasuk chatGPT, ibarat mengerem roda pesawat yang hendak tinggal landas dengan kanvas rem sepeda.
Telaah - ChatGPT; memodelkan bahasa, bukan menghasilkan pengetahuan
Oleh Prof. Budiman Minasny*) Kamis, 16 Maret 2023 12:30 WIB