Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak konsultan endokrinologi dr Frida Soesanti SpA(K) mengatakan obesitas pada anak bisa disebabkan kelainan genetik selain gaya hidup tak sehat seperti kasus yang terjadi pada bayi usia 16 bulan asal Bekasi, Jawa Barat.
Frida, yang menjabat sebagai Sekretaris Unit Kerja Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), melalui keterangan tertulis, Minggu, mengatakan bayi yang memiliki bobot 27 kilogram itu termasuk kasus ekstrem yang sebenarnya jarang ditemukan.
Menurut Frida, kemungkinan besar ada kelainan genetik atau faktor internal yang tidak normal, bukan saja faktor makanan seperti susu kental manis. Obesitas akibat kelainan genetik atau gangguan hormonal biasanya disertai gejala lain yang tidak normal.
Frida mencontohkan kelainan genetik Prader Willi Syndrome yang ditandai dengan nafsu makan yang sangat besar, kelebihan hormon kortisol, atau kekurangan hormon tiroid yang juga bisa menyebabkan obesitas. Sindrom karena kelainan genetik biasanya disertai dengan gejala lain, misalnya kelainan mata atau jantung.
“Umumnya obesitas karena kelainan genetik atau hormonal, tidak disertai peningkatan tinggi badan. Jadi, anaknya pendek, tetapi, gemuk. Sementara pada anak yang kelebihan berat badan, tinggi badannya juga bertambah," kata Frida.
Frida menuturkan kasus obesitas akibat faktor internal relatif kecil dibandingkan dengan obesitas yang disebabkan faktor eksogen atau faktor dari lingkungan luar, termasuk penerapan gaya hidup tidak sehat. Gaya hidup tidak sehat bisa berawal dari orang tua yang membiarkan anak makan berlebihan dan mengonsumsi makanan tinggi kalori terus menerus tanpa disertai aktivitas fisik cukup.
“Ada pandangan dari keluarga bahwa anak gendut itu lucu. Padahal, kalau kita tahu konsekuensinya, anak obesitas itu tidak ada lucu-lucunya sama sekali,” kata Frida.
Obesitas yang dialami seseorang memiliki konsekuensi jangka panjang yakni memunculkan komplikasi serius seperti diabetes tipe 2, kolesterol tinggi, hingga perlemakan hati yang datang lebih dini.
“Obesitas menyebabkan peradangan di sel-sel tubuh secara terus menerus yang berujung munculnya berbagai penyakit kronis,” demikian kata Frida.Frida menekankan tidak ada faktor tunggal penyebab obesitas, termasuk satu jenis makanan yang menyebabkan obesitas. Pada prinsipnya makanan yang dikonsumsi harus seimbang dengan energi yang dikeluarkan.
Sementara itu dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi-onkologi medik dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dr Faizal Drissa Hasibun, Sp.PD-KHOM menyarankan orang-orang sebaiknya jangan sampai mengalami obesitas demi mencegah terkena kanker di kemudian hari.
"Hindari pola makan tak sehat, jangan sampai muncul sindrom metabolik seperti obesitas, itu awal langkah buruk untuk risiko kanker," kata dia dalam sebuah diskusi kesehatan yang digelar daring, Jumat (3/3).
Menurut Kementerian Kesehatan, kondisi obesitas ditandai dengan indeks massa tubuh (IMT) di atas 27 yang didapatkan dari hasil membagi antara berat badan dalam satuan kilogram dibagi tinggi badan dalam satuan meter dan dikuadratkan.
Selain pengukuran IMT, ada juga penghitungan menggunakan lingkar perut untuk menunjukkan obesitas sentral. Pria dikatakan obesitas sentral bila lingkar perutnya lebih dari 90 cm, sementara wanita di atas 80 cm.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengaitkan obesitas dengan risiko lebih tinggi terkena 13 jenis kanker antara lain di tiroid, payudara, hati, ginjal dan usus. Menurut CDC, obesitas dapat menyebabkan perubahan dalam tubuh yang membantu menyebabkan kanker. Perubahan ini dapat mencakup peradangan yang bertahan lama dan kadar insulin yang lebih tinggi dari normal.
Oleh karena itu, demi mencegah tubuh agar tak sampai terkena obesitas maka pola hidup sehat termasuk memperhatikan asupan makanan sehat dan gaya hidup aktif menjadi penting.
Faizal mengingatkan masyarakat untuk mengurangi makanan berlemak dan menerapkan diet sehat dan seimbang termasuk memilih makanan segar, memperbanyak asupan buah dan sayur karena makanan ini mengandung serat guna mencegah menempelnya zat-zat jahat yang bisa diserap usus.
"Beberapa makanan mengandung pewarna, pengawet sering komposisinya zat karsinogenik, itu mesti hati-hati. Penggunaan minyak goreng berulang sampai hitam itu bisa menimbulkan risiko kanker," kata Faizal.
Dia juga mengatakan tentang minuman beralkohol yang menjadi salah satu momok untuk risiko kanker lambung, hati dan leher.
Di sisi lain, menghindari asap rokok dan kebiasaan merokok, aktif bergerak dan meminimalisir stres juga dapat menjadi cara mencegah kanker.
"Bila duduk dua jam harus melakukan gerak kecil 15 menit kurangi risiko terkena kanker 15 - 27 persen, minimalisir stres, ibadah membantu menenangkan pikiran dan diri, menekan stres," demikian pesan Faizal.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Obesitas anak bisa disebabkan kelainan genetik