Singapura (ANTARA) - Minyak tergelincir di perdagangan Asia pada Kamis sore, di tengah kekhawatiran tentang meningkatnya persediaan minyak mentah AS dan kekhawatiran tentang lebih banyak kenaikan suku bunga di Eropa yang berpotensi memukul pertumbuhan, memangkas kenaikan minggu ini di tengah tanda-tanda rebound ekonomi yang kuat di China.
Minyak mentah berjangka Brent turun 13 sen atau 0,15 persen, menjadi diperdagangkan di 84,18 dolar AS per barel pada pukul 07.15 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS merosot 17 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan pada 77,52 dolar AS per barel.
Kedua kontrak naik sekitar 1,0 persen di sesi sebelumnya setelah data menunjukkan aktivitas manufaktur di China pada Februari tumbuh pada laju tercepat dalam lebih dari satu dekade, menambah bukti rebound ekonomi di ekonomi terbesar kedua di dunia itu setelah penghapusan aturan ketat pembatasan COVID-19.
Namun, penumpukan stok minyak mentah selama sepuluh minggu berturut-turut di Amerika Serikat menekan pasar.
Persediaan minyak mentah AS naik 1,2 juta barel dalam pekan yang berakhir 24 Februari menjadi 480,2 juta barel, level tertinggi sejak Mei 2021, Badan Informasi Energi (EIA) melaporkan. Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan kenaikan 500.000 barel.
Namun demikian, rekor ekspor minyak mentah AS membuat peningkatan lebih kecil dari dalam beberapa minggu terakhir, dengan pengiriman meningkat menjadi 5,6 juta barel per hari (bph) minggu lalu, menurut EIA.
Minyak juga dilanda ketidakpastian prospek permintaan global secara keseluruhan, membuat harga "sebagian besar tidak berubah," kata Serena Huang, kepala analisis APAC di perusahaan analitik Vortexa.
Ekspektasi kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB) meningkat setelah inflasi di Jerman, ekonomi terbesar Eropa, naik lebih dari yang diperkirakan pada Februari, dengan harga pangan dan energi meningkat meskipun ada langkah-langkah bantuan.