Mataram (ANTARA) - Kementerian Agama mengingatkan agar Aparatur Sipil Negara (ASN) baik di pusat dan di daerah untuk tidak terlibat dalam politik praktis karena ada sanksi pemecatan dengan tidak hormat sudah menunggu.
"Saya menyampaikan peraturan perundang-undangan ASN, menyatakan seluruh ASN itu tidak boleh terlibat dalam politik praktis. Kalau terlibat maka jelas sanksinya pemberhentian dengan tidak hormat," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) RI, Prof. Nizar Ali di Mataram, Rabu.
Ia menyatakan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat tersebut perlu menjadi perhatian jajaran ASN di Kementerian Agama.
"Maka itu saya imbau semua ASN di lingkungan Kemenag supaya netral, tidak berpihak pada satu partai manapun, dan tidak terlibat dalam kampanye-kampanye. Ingat ini era teknologi digital, dimana semua aktifitas bisa terpantau semua, maka hati-hati," katanya.
Selain itu Kementerian Agama RI mengingatkan semua komponen bangsa untuk menghindari politisasi agama pada Pemilu 2024.
"Soal politik agama itu tidak bisa dipungkiri pasti ada orang yang menggunakan agama sebagai kampanye, karena itu Kementerian Agama mengingatkan semua komponen bangsa ini jangan menggunakan kampanye atas nama agama," kata Sekretaris Jendral Kemenag RI, Prof Nizar Ali, setelah penandatanganan kerjasama KPU NTB dengan Kanwil Kemenag NTB di Mataram, Rabu.
Ia menegaskan Menteri Agama sendiri sudah mengingatkan tidak boleh ada politisasi agama di tahun politik seperti saat ini hingga nanti Pemilu 2024.
"Kementerian Agama sudah sangat jelas, politisi agama sangat dilarang. Hal ini dalam kontes menjaga kerukunan agama di Indonesia," tegasnya.Menurutnya, Kementerian Agama tidak ingin beda pilihan dalam politik tapi basis-nya karena agama. "Jadi menghidupkan unsur SARA, itu yang tidak boleh," ucap Nizar Ali.
Selain politisasi agama, pihaknya juga mengingatkan agar tempat ibadah tidak digunakan untuk kampanye, baik itu di tingkatan Pilpres, Pemilu Legislatif dan Pilkada.
"Kementerian Agama jelas melarang tempat ibadah dipakai untuk politisasi agama dan sebagai tempat kampanye," katanya.
Disinggung apakah larangan tersebut juga berlaku untuk tidak boleh kampanye di pondok pesantren, Nizar menyatakan sama, namun pihaknya hanya bisa mengimbau.
"Kalau ponpes kewenangan masing-masing, kalau kami sebatas mengawal supaya tidak boleh politisi agama. Kalau aparatur jelas kita bisa tindak, tapi kalau masyarakat kita tidak bisa. Ada ranah lain yang menindak," katanya.