Hal itu disampaikan Infantino ketika diberi kesempatan berbicara oleh Presiden RI Joko Widodo dalam jamuan makan siang kepala negara dan delegasi KTT G20 di Bamboo Dome, The Apurva Kempinski Bali, Nusa Dua, Bali, Selasa.
"Saya tahu Anda sekalian mewakili negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Izinkan saya berbicara sedikit mengenai ekonomi dan sepak bola karena mungkin Anda sekalian tidak tahu bahwa GDP global sepak bola mencapai hampir 300 miliar dolar AS," kata Infantino.
Akan tetapi, Infantino menyoroti ketimbangan pangsa GDP sepak bola global yang 70 persennya masih dirasakan di wilayah Eropa saja. Padahal, menurut dia sedikitnya 90 persen penggemar sepak bola berada di luar Eropa.
"Jadi bayangkan apabila belahan dunia lainnya, bisa memproduksi setidaknya separuh saja dari apa yang didapatkan (porsi GDP sepak bola) Eropa, tentunya itu akan berdampak GDP masing-masing negara," kata Infantino.
Menurut Infantino apabila itu bisa dicapai, maka GDP sepak bola global bisa mendapat suntikan kira-kira 200 hingga 300 miliar dolar AS lagi lewat pemerataan sepak bola di luar Eropa.
Infantino meyakini pemerataan sepak bola juga bisa menimbulkan 3-4 juta lapangan pekerjaan. "Ini tentu akan berkontribusi untuk memangkas jarak pendapatan dan kekayaan secara global, yang tentunya menjadi prioritas Anda-Anda sekalian," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Infantino sempat mengajak para pemimpin negara G20 dan delegasi KTT G20 untuk turut hadir langsung di Qatar yang dalam lima hari ke depan akan melangsungkan Piala Dunia 2022.
Menanggapi Infantino, Presiden Jokowi sempat mengingatkan bahwa sepak bola dan olahraga pada umumnya tidak hanya sekadar kegiatan menjaga kesehatan tetapi juga memantik kegembiraan.
"Olahraga teramat penting bagi hidup kita. Lewat olahraga bukan hanya kita menjadi lebih sehat, tetapi juga menjadi lebih bahagia," ujar Jokowi.
Presiden Jokowi sebelumnya sempat memberikan kesempatan kepada Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach untuk berbicara dalam sesi jamuan makan siang tersebut.
Presiden IOC Thomas Bach dalam sambutannya menyampaikan bahwa tema KTT G20 Indonesia “Recover Together, Recover Stronger” sejalan dengan moto olimpiade yakni Faster, Higher, Stronger Together.
Dia menyampaikan pandemi global memperjelas betapa pentingnya olahraga bagi kesehatan fisik dan mental serta dapat menyelamatkan nyawa.
“Inilah mengapa Komite Olimpiade Internasional bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia untuk mempromosikan masyarakat yang sehat dan tangguh melalui olahraga,” kata Bach.
Menurutnya, atlet Olimpiade berperan penting sebagai panutan untuk gaya hidup sehat. Dia menyampaikan kerja sama yang sangat baik dengan pemerintah Jepang dan Tiongkok serta kemitraan erat IOC dengan WHO sangat penting bagi IOC untuk menyelenggarakan dua edisi Olimpiade dan Paralimpiade dengan sukses dan aman selama puncak pandemi.
“Selama masa-masa kelam ini, Olimpiade Tokyo 2020 dan Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022 memberikan harapan dan optimisme kepada begitu banyak orang di seluruh dunia,” jelasnya.
Dia menekankan pesan penghargaan yang tidak terhitung jumlahnya dari semua lapisan masyarakat dirangkum dengan sangat baik oleh Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom yang mengatakan Olimpiade menyatukan seluruh dunia dalam solidaritas dan perayaan harapan.
“Kami hanya dapat menyatukan seluruh dunia, jika para atlet dari 206 Komite Olimpiade Nasional dapat berpartisipasi di Olimpiade. Inilah yang dimaksud dengan pertandingan Olimpiade dan Paralimpiade. Seluruh dunia bersama-sama dalam persaingan damai tanpa diskriminasi apapun,” kata dia.
Bach mengatakan dalam situasi sekarang ini beberapa pemerintah mulai memutuskan atlet mana yang diizinkan untuk berpartisipasi dalam kompetisi olahraga internasional dan atlet mana yang tidak. Mereka melakukannya atas dasar politik.
Menurutnya, IOC membutuhkan partisipasi semua atlet dalam olimpiade tanpa diskriminasi, termasuk atlet yang negaranya sedang berkonfrontasi atau berperang, guna mendorong terciptanya perdamaian.
"Sebuah kompetisi antara atlet dari negara-negara yang berpikiran sama, bukanlah simbol perdamaian yang bertahap. Di era perpecahan ini, peran kita jelas, untuk menyatukan dunia dan bukan memperdalam perpecahan," kata Bach.