Ir Sukarno, yang kemudian menjabat Presiden pertama Republik Indonesia, bahkan pernah berkunjung ke rumahnya secara pribadi untuk membicarakan soal penerbitan majalah dan memperkuat hubungan Indonesia dengan Tiongkok.
Nama Kwee Kek Beng juga disebut Sukarno dalam tulisannya “Mencapai Indonesia Merdeka” yang dimuat dalam buku "Di Bawah Bendera Revolusi". Kwee Kek Beng, bersama Dr. Kwa Tjoan Siu diikutkan Bung Karno dalam sidang pembantu majalah Suluh Indonesia Muda.
Di masa kepemimpinan Kwee, Sin Po yang konsisten menggunakan kata ‘Indonesia’ mulai tahun 1920-an memiliki dua pewarta pribumi yaitu Wage Rudolf Supratman dan D. Koesoemaningrat (Leo Suryadinata dalam "Tokoh Tionghoa & Identitas Indonesia, dari Tjoe Bou San sampai Yap Thiam Hien", 2010).
Ada satu hal yang tak bisa dilupakan Kwee dari seorang Wage. Kwee berkisah, Wage sangat gembira lagu ciptaannya diterima sebagai lagu kebangsaan Indonesia di Kongres Pemuda II.
"Saya masih ingat bagaimana dia (Wage Supratman) lari terbirit-birit ke loteng Gedung Sin Po dan dengan gembira memberi tahu saya bahwa lagu Indonesia Raya-nya diterima dengan baik dan selanjutnya akan menjadi lagu kebangsaan," kata Kwee.